@BKS hadir untuk mengungkap KEKRISTENAN yang dianggap TABU ...TINGGALKAN JEJAK ANDA DI KOLOM KOMENTAR ...terima kasih....

Sabtu, 26 November 2011

Sejarah Penetapan Tahun Baru Hijriyah

Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, pernah beliau mengutarakan gagasannya mengenai perlunya menetapkan kalender Isalam yang akan dipakai sebagai penenggalan dalam urusan administrasi masa kekhalifahannya,dan sebagai kebutuhan kaum muslimin, pada masa itu  penanggalan yang dipakai kaum Muslimin berbeda-beda, ada yang memakai tahun gajah, dimana pada tahun itu terjadi penyerangan dari balatentara Abrahah dari negeri Yanan untuk menyerang Ka’bah, yang kemudian niatnya digagalkan Allah Yang Maha Esa. Dan di tahun itu pula lahirnya nabi Muhammad .SAW. dan ada pula yang pemakaian tanggal didasarkan kepada hijrahnya Nabi Muhammad dari Makah ke Madinah.

Gagasan untuk membuat penanggalan Islam itu dapat direalisasikan ketika Khalifah Umar bin Al-Khattab mejadi khalifah, sumber keterangan Al-Baruni menyatakan bahwa Khalifah Umar menerima surat dari Gubernur Basrah yang isinya menyatakan” Kami telah banyak menerima surat dari Amirul Muminin, dan kami tidak tahu mana yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, dan kami telah membaca agenda kegiatan yang bertanggal Sya’ban, tapi kami tidak tahu persis Sya’ban mana yang dimaksud, apakah Sya’ban tahun ini atau Sya’ban tahun depan yang dimaksud. Rupanya surat dari Abu Musa Al-Asy’ari  ini diterima  Khalifah sebagai suatu permasalahan yang sangat urgen, perlu segera dibuat suatu ketetepan penanggalan yang seragam yang dipergunakan sebagai keperluan admisistrasi dan keperkuan masyarakat umat islam lainnya.

Untuk menetapkan kalender Islam ini,  dicari momertum  yang  sangat  tepat untuk dijadikan patokan sebagai awal permulaan Tahun Baru Islam. Maka Khalifah Umar ini mengadakan musyawarah yang dihadiri oleh pemuka-pemuka agama, dan pembesar-pembesar muslim. Di dalam pertemuan itu ada beberapa momentum penting yang diusulkan sebagai dasar penetapan pada tahun baru islam, dan momentum-momentum itu antara lain:
  1. Dihitung dari hari kelahiran Nabi Muhammad
  2. Dihitung dari wafatnya Rasulallah saw.
  3. Dititung dari hari Rasulullah menerima wahyu pertama di gua Hira yang merupakan awal tugas kenabiannya.
  4. Dimulai dari tanggal dan bulan Rasulallah melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah.
Tanggal kelahiran Nabi Muhammad  tidak dijadikan dasar sebagai awal penanggalan kalender islam, karena tanggal itu masih menjadi kontroversi mengenai waktu dalam kejadiannya. Adapun hari wafatnya Rasulullah tidak pula dijadikan dasar sebagai tanggal permulaan kalender Islam , karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kaum muslimin dalam kesedihan yang berkepanjangan terhadap kenangan-kenangannya semasa beliau.

Pada akhirnya forum menyetujui sebagai awal penanggalan islam dihitung sejak Rasulullah hijrah dari Makah ke Madinah, Rasul sampai di Madinah pada hari Senin, 12 Rabi’ al-Awwal yang bertepatan dengan tanggal 24 September 622 M.

Rabu, 23 November 2011

Teolog Swedia: YESUS TIDAK DISALIB

Tidak ada satupun literatur kuno yang menyebutkan tentang penyaliban Yesus

Hidayatullah.com--Seorang teolog Swedia menyatakan, Yesus tidak disalib, karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang Romawi menyalib para tahanannya 2.000 tahun silam.

Menurut Gunnar Samuelsson dari Universitas Gothenburg, cerita mengenai eksekusi Yesus adalah berdasarkan pada tradisi orang Kristen dan ilustrasi artistik, bukan berdasarkan naskah-naskah kuno. Hal tersebut ditulis Samuelsson dalam disertasi doktornya yang berjudul "Crucifixion in Antiquity - An Inquiry into the Background of the New Testament Terminology of Crucifixion".

Samuelsson, seorang kristiani yang taat, menyatakan bahwa Bibel telah disalahinterpretasikan. Tidak ada referensi eksplisit yang menyebutkan penggunaan paku untuk penyaliban di dalamnya, yang ada hanya Yesus ditusuk sebuah "staurus" menuju bukit Cavalry, yang juga bisa berarti "galah" atau "tongkat". Demikian hasil penelitiannya menyebutkan.

Disertasi Samuelsson setebal 400 halaman itu ditulis berdasarkan studi mendalam atas teks-teks asli. Karya ilmiahnya diajukan ke universitas bulan lalu.

"Masalahnya adalah, deskripsi tentang penyaliban sama sekali tidak ada dalam literatur-literatur kuno," kata Samuelsson dalam sebuah wawancara dengan Daily Telegraph, Rabu pekan lalu.

"Sumber-sumber yang Anda harapkan untuk menemukan pemahaman yang sesungguhnya tentang peristiwa itu, tidak mengatakan apapun," tegasnya.

Literatur-literatur kuno dalam bahasa Yunani, Latin, dan Hebew, dari zaman Homer hingga abad pertama, menggambarkan sejumlah penundaan hukuman, tapi tidak ada yang menyebut "salib" atau "penyaliban".

"Konsekuensinya, pemahaman kontemporer tentang penyaliban sebagai hukuman, sangat diragukan (dipertanyakan)," ujar Samuelsson kepada koran Inggris tersebut.

"Dan yang lebih diragukan lagi, apakah hal yang sama bisa disimpulkan atas peristiwa penyaliban Yesus. Perjanjian Baru tidak mengatakan sebanyak apa yang ingin kita percayai," tandas Samuelsson.

Hanya ada sedikit bukti menegaskan bahwa Yesus dibiarkan mati setelah dipaku di atas sebuah tiang salib, baik itu dalam literatur-literatur kuno zaman pra-Kristen maupun ekstra-Bibel, demikian pula dalam Bibel.

Samuelsson mengakui bahwa sangat mudah untuk bereakasi dengan emosional daripada berfikir secara logis terhadap penelitian itu, yang sangat dekat dengan agamanya.

Menurut Samuelsson, teks-teks yang berbicara tentang eksekusi, tidak menjelaskan bagaimana Yesus dilekatkan pada alat eksekusinya.

"Inilah inti masalahnya. Teks tentang kisah penderitaan (Yesus) tidak begitu jelas dan informasinya ditambah-tambahi, sebagaimana kita umat kristiani terkadang menginginkannya demikian," katanya menjelaskan.

"Jika Anda mencari teks yang menggambarkan tindakan pemakuan orang ke tiang salib, Anda tidak akan menemukannya kecuali di Alkitab."

Semua literatur kontemporer menggunakan terminologi yang samar-samar, termasuk yang ditulis dalam bahasa Latin. Sementara dalam bahasa Latin, kata "crux" tidak selalu berarti salib, dan "patibulum" tidak selalu berarti palang salib. Kedua kata tersebut digunakan dalam arti yang lebih luas daripada itu.

Meskipun hasil penelitiannya menegaskan bahwa tidak ada bukti Yesus disalib, Samuelsson mengatakan ia masih percaya bahwa Yesus anak tuhan. Ia hanya meminta agar penganut Kristen memperbaiki pemahamannya terhadap Bibel.

"Saran saya, kita harus membaca teksnya sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita pikirkan. Kita harus membaca yang tersurat, bukan yang tersirat. Teks dalam Bibel sudah cukup. Kita tidak perlu menambahkan apapun."

Hasil penelitian Samuelsson mengingatkan kita pada tradisi Kristen lainnya; Sinterklas dan salju Natal.

Tokoh Sinterklas tidak ada dalam Alkitab, dan sebagian orangtua jujur mengatakan kepada anak-anaknya bahwa itu hanya dongeng belaka. Tapi kisah itu tetap dipercayai sebagai bagian dari agama dan tradisi mereka. Sementara para pengusaha mengatakan bahwa tidak peduli itu nyata atau tidak, yang penting tokoh Sinterklas membantu melariskan dagangan mereka, terutama di musim Natal.

Perayaan Natal dan cerita kelahiran Yesus juga selalu dikaitkan dengan salju. Padahal dalam Alkitab dikatakan, ibunda Yesus makan buah kurma yang jatuh dari pohon setelah melahirkan anaknya. Buah kurma adalah tanaman khas padang pasir yang hanya berbuah di musim panas. Apakah mungkin ketika itu Maria memakan buah kurma, sambil mendekap anaknya yang menggigil kedinginan karena salju?

Al-Quran lebih dari 1.400 tahun lalu telah mengatakan, Nabi Isa, yang diakui sebagai Yesus oleh penganut Kristen, memang tidak dibunuh oleh orang-orang yang mengejarnya ketika itu. Bahkan beliau belum wafat.[di/tlg/loc/www.hidayatullah.com]

--
Ajaranku masih kurang, umatku. Setelah aku akan datang Nabi Lain (Yesus - Yoh 17:3)

Selasa, 22 November 2011

ALLAH dalam Islam dan Kristen


Allah adalah nama bagi Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Islam, nama Allah digunakan secara meluas. Walaupun Allah mempunyai nama-nama yang lain, namun lafaz Allah digunakan pada semua keadaan. Kalau diteliti dengan nas Al-Quran, terdapat ratusan lafaz Allah disebut di dalam Al-Quran.

Bagi agama Yahudi dan Nasrani, lafaz Allah juga digunakan dalam penggunaaan yang merujuk kepada Tuhan. Hal ini dinyatakan oleh firman-Nya yang bermaksud “Dan Yahudi berkata bahwa Uzair adalah anak Allah, dan Nasrani pula berkata Isa Al-Masih adalah anak Allah” (Surah At-Taubah 9 : 30)

Nas Al-Quran ini memberi kefahaman bahawa lafaz Allah sudah digunakan dalam kitab agama yang terdahulu yaitu masyarakat Yahudi dan Nasrani. Malah kini terdapat usaha agar lafaz Allah boleh digunakan dalam agama Kristen di Malaysia. Bahkan terdapat saranan agar semua Tuhan dalam semua agama disebut sebagai Allah. Adakah usaha ini wajar atau tidak? Apapun jawabannya, marilah kita coba memahami Allah, Tuhan dalam akidah Islam berbanding Allah, Tuhan dalam agama Kristian.


Dalam akidah Islam, Allah adalah Tuhan Yang Esa. Firman Allah yang bermaksud “Katakanlah (wahai Muhammad) bahawa Allah adalah Esa”. (Surah Al-Ikhlas : ayat 1). Nas Al-Quran ini menjadi asas keEsaan Allah. Oleh itu, hanya wujud satu Tuhan sahaja dalam akidah Islam. KeEsaan Allah juga tergambar dalam rangkap syahadah yang kita ungkapkan “Tiada Tuhan Yang selayaknya disembah melainkan Allah”. Lafaz syahadah yang menafikan kewujudan Tuhan dan kemudiannya menetapkan hanya Allah sebagai Tuhan adalah lafaz yang amat kuat.

Bagaimana pula bagi agama Kristian? Dalam ajaran Kristian, wujud kepercayaan Triniti. Kepercayaan ini merujuk kepada tuhan yang terdiri daripada tiga yaitu Bapa, Anak dan Holy Spirit. Tuhan Bapa tidak sama dengan tuhan Anak. Jesus (Nabi Isa - dalam Agama Islam) dianggap sebagai anak Tuhan. Kitab Bible menegaskan ketuhanan Jesus dalam nasnya yang berbunyi “For the wages of sin is death, but the free gift of Allah is eternal in al-Masih Isa our Lord”. (Romans 6 : 23). Dalam terjemahan edisi Indonesia, nas tersebut berbunyi “Sebab upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Jesus Tuhan kita”. Mengikut Dr Ahmad Shalaby dalam bukunya tentang agama Masihi, terdapat perbedaan antara gereja Barat dan Gereja Timur tentang siapakah yang lebih utama. Gereja Timur berpendapat bahwa Allah Bapa adalah lebih utama daripada Anak. Sedangkan Gereja Barat melihat persamaan antara Allah Bapa dan Anak.

Namun, yang penting...Allah dalam Islam adalah Esa (Tunggal). Bahkan akidah bahwa Allah tiga dalam satu atau apapun jua istilahnya ditolak dalam Islam. Firman Allah tentang kekufuran kepercayaan ini dalam firman-Nya yang bermaksud “Sesungguhnya telah kufurlah golongan yang berkata bahawa Allah salah satu daripada tiga”. (Surah Al-Maidah : Ayat 73).