@BKS hadir untuk mengungkap KEKRISTENAN yang dianggap TABU ...TINGGALKAN JEJAK ANDA DI KOLOM KOMENTAR ...terima kasih....

Rabu, 24 Agustus 2011

TOKOH-TOKOH KRISTEN PENENTANG TRINITAS




Sebelum Yesus lahir, wilayah Yerusalem dijajah oleh imperium Romawi yang agamanya beraliran politeisme. Karena sebagai penduduk yang terjajah, bangsa Yahudi Essenes yang masih taat berpegang pada hukum-hukum Taurat Musa, tidak mampu mengembangkan ajaran agamanya di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan Yahudi Farisi dan Saduki memakai agamanya dalam bentuk formalitas saja, dan sikap hidupnya selalu menyalahi hokum-hukum taurat.

Ketika Yesus mendapat tugas menyampaikan risalah Tuhan, dia selalu memperingatkan penyelewengan Yahudi Farisi dan Saduki. Oleh karena itu dua kelompok ini sangat membenci Yesus dan ingin membunuhnya. Untuk melaksanakan niat jahat itu, mereka menghasut penjajah Romawi, bahwa Yesus adalah tokoh pemberontak yang ingin menjadi raja Yahudi, dan ingin membebaskan bangsanya dari pendudukan imperium Romawi. Dengan bantuan kedua kelompok Yahudi itu, tentara Romawi berusaha menangkap Yesus dan membinasakan pengikutnya.

Setelah Yesus tiada, para muridnya menyebarkan ajarannya secara meluas ke tengah-tengah masyarakat yang sudah terpengaruh oleh kepercayaan politeisme. Yang kemudian melahirkan dua kelompok penganut Yesus. Pertama, yang betul-betul mengikuti ajaran Yesus secara murni, tanpa dicampuri oleh kepercayaan politeisme. Mereka berkeyakinan bahwa satu-satunya Tuhan hanyalah Allah, dan Yesus adalah manusia biasa utusan Allah. Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan Unitarian. Kedua, mengikuti ajaran Yesus yang telah disebarkan oleh para muridnya, tetapi masih sulit meninggalkan kepercayaan politeisme yang sudah mendarah daging pada diri mereka. Akhirnya mereka mengkultuskan Yesus sebagai penyelamatnya, bahkan diangkat menjadi Tuhannya. Kelompok ini dipelopori oleh Paulus (Saulus) yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kristen Trinitas.

Proses kepercayaan kelompok kedua ini sudah menjadi fenomena biasa bagi yang mudah kita jumpai di mana-mana. Perjalanan kepercayaan Kristen Trinitas periode pertama, mendapatkan tantangan hebat dari kelompok Kristen Unitarian. Yaitu sekte Kristen yang berkeyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang patut disembah, dan Yesus adalah manusia biasa yang diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan ajaran-ajaranNya, dengan dibekali beberapa Mukjizat. Berkat bantuan imperium super power Romawi yang juga beragama politeisme itu, agama Kristen Trinitas cepat menyebar luas ke beberapa negara. Sedangkan beberapa ribu penganut Unitarian disiksa dan dibunuh. Di antara tokoh-tokoh Unitarian tersebut adalah :

IRANAEUS (130 ? 200 M)

Ketika Iraneus lahir, agama Kristen yang berpusat di Antiokia telah menyebar ke Afrika Utara sampai ke Spanyol dan Perancis selatan. Uskup Lyon yang bernama Pothinus pernah menyuruh Iranaeus membawakan surat petisinya ke Paus Eleutherus (174 189 M) di Roma. Dalam petisi itu, Pothinus memohon agar Paus menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang Kristen yang menolak doktrin Trinitas. Disaat Iranaeus masih berada di Roma, dia mendengarkan berita pertikaian antar kelompok Kristen yang mengakibatkan Uskup Pothinus terbunuh. Setelah pulang ke Lyon, dia menjadi uskup menggantikan Pothinus.

Tahun 190 M, dia menulis surat kepada Paus Victor I (189 ? 198 M) untuk menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang Kristen yang berbeda keyakinan. Kerusuhan antar kelompok terulang lagi, dan pada tahun 200 M, dia dibunuh kelompok Trinitas yang dipelopori Paus Victor.

Iranaeus meyakini bahwa Yesus bukanlah Tuhan, melainkan manusia biasa yang diutus oleh Allah. Dia melontarkan kritik tajam terhadap Paulus, dan menudingnya sebagai orang yang bertanggung jawab atas penyusupan ajaran-ajaran politeisme dan filsafat Plato ke dalam agama Kristen. Dalam menyampaikan ajaran yang diyakininya, Iranaeus sering mengutip ayat-ayat yang termaktub dalam injil Barbanabas.

TERTULIAN (160 ? 220 M)

Tertulian berasal dari Kartago, kemudian dia menjadi tokoh Gereja Afrika. Dia adalah seorang Unitarian yang mengidentikkan Yesus dengan Meisah dalam agama Yahudi. Beliau menentang Paus Calixtus (217 ? 222 M) yang mengajarkan bahwa dosa besar itu bisa diampuni setelah melakukan taubat secara kanonik.

Diantara pernyataan Tertulian masih tercatat sampai sekarang adalah :?Mayoritas manusia berpendapat bahwa Yesus adalah manusia biasa?. Dialah yang mula-mula memperkenalkan istilah Trinitas dsari bahasa latin sewaktu membahas doktrin yang dipandangnya aneh itu. Sebab istilah seperti itu tidak pernah dijumpai dalam kitab suci.

ORIGEN (185 ? 254 M)

Origen lahir di Iskandariah Mesir. Bapaknya, Leonidas, mendirikan pusat pendidikan teologi, dan menunjuk Clement sebagai kepalanya. Gereja Paulus (Trinitas) sangat membenci Leonidas, karena menganut ajaran Unitarian yang disebarkan oleh murid-murid Yesus (Apostolic Christianity), dan menolak ajaran-ajaran Paulus. Oleh karena itu pihak gereja Paulus membunuhnya pada tahun 208 M. Peristiwa itu sangat menggores di hati Origen, dan ia ingin mempertaruhkan nyawanya untuk menuntut kematian ayahnya, namun dicegah oleh ibunya.

Gurunya, Clement, merasa terancam dan meninggalkan Iskandariah. Karena ayahnya terbunuh dan gurunya meninggalkan dia, Origen menggantikan Clement sebagai kepala sekolah teologi. Dalam kedudukannya yang baru itu, dia terkenal sebagai cendekiawan yang berani. Kesalehan dan semangatnya yang tinggi diilhami oleh sebuah ayat yang termaktub dalam kitab Matius 19;12 yang berbunyi :
?Ada orang yang tidak dapat kawin karena memang ia lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena kerajaan Sorga. Siapa yang dapat ,mengerti hendaklah mengerti?.

Pada tahun 230 M Origen menjadi pengkhotbah di Palestina. Tetapi Uskup Demerius memecat dan membuangnya. Dia pergi ke Caesarea dan membangun pusat pendidikan yang sangat terkenal di kota itu. Konsili Iskandaria tahun 250 M menjatuhkan kutukan kepada Origen. Dia ditangkap dan menjalani siksaan sampai menemui ajalnya tahun 254 M, karena menolak doktrin Trinitas. Origen berkeyakinan, Allah adalah Maha Agung dan Yesus adalah hambaNya yang derajatnya tidak sebanding dengan Tuhannya.

Dia dikenal sebagai ahli sejarah gereja yang termashur. Sejak muda sampai akhir hayatnya terkenal keberaninnya. Memiliki sifat-sifat terpuji sebagai guru kebenaran dan sangat dicintai oleh murid-muridnya. Ilmu pengetahuannya sangat luas, yang tidak ada duanya di kalangan Kristen saat itu. Dia pernah menulis kurang lebih enam ratus risalah dan makalah.

DIODORUS

Diodorus adalah uskup di Tarsus, kota kelahiran Paulus. Dia termasuk salah satu tokoh Kristen Antiokia. Dia berpendapat, alam semesta ini selaludalam perubahan. Dia proses perubahan itu pasti ada periode awalnya yang berasal dari yang Maha Abadi dan Maha tidak Berubah. Yang Maha Abadi itulah sang Pencipta yang Maha Esa. Diodorus menegaskan, Yesus itu berkodrat manusiawi baik ruhani maupun jasmani, dan sama sekali tidak memiliki kodrat Ilahi (Tuhan)

LUCIUS (Wafat 312 M)

Disamping terkenal sebagai ahli teologi yang menguasai bahasa Ibrani dan Yunani, diapun sebagai tokoh yang sangat taat kepada Allah. Dia berada di luar lingkungan Gereja sejak tahun 220 M sampai tahun 290 M. Kesalehan dan luasnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya, mengundang kekaguman banyak orang. Perguruan di Antiokia yang dipimpinnya, melahirkan aliran Arianisme yang dicetuskan oleh muridnya yang bernama Arius.

Dalam memahami kitab sucinya, dia berpegang pada penafsiran dariu segi tata bahasa beserta pengertiannya secara lahiriah dan kritis. Dia menentang penafsiran yang diambil dari pengertian simbolik dan allegoris.

Lucius berpendapat, adanya pertentangan paham yang sangat tajam di tubuh Gereja telah membuktikan, bahwa orang-orang Kristen berpedoman pada ajaran yang bersumber dari tradisi tulisan dan mengesampingkan tradisi lisan. Padahal Yesus atau para muridnya tidak pernah mencatat ajaran Yesus. Sedangkan tradisi tulisan berasal dari orang-orang yang tidak pernah menjadi murid Yesus. Tragedi ini menunjukkan, ajaran Yesus begitu cepat lenyap disebabkan kekacauan isi ajaran yang berkembang sampai penghujung abad ketiga Masehi.

Lucius merevisi Septuaginta, yakni naskah Alkitab berbahasa Yunani. Dia membunag sekian banyak perubahan-perubahan yang disisipkan ke dalam Alkitab, ketika disalin ke dalam bahasa Yunani. Dia berkeyakinan bahwa Yesus itu bukan Tuhan, melainkan hamba Allah. Karena tetap mempertahankan keyakinan seperti itu, maka dia ditangkap dan disiksa sampai mati pada tahun 312 M.

ARIUS (925- - 336 M)

Kehidupan Arius sangat erat kaitannya dengan Constantin, kaisar imperium Romawi. Sehingga kita tidak bisa memahami sejarah kehidupan salah satunya, tanpa memahami orang satunya lagi. Kisah Constantin menaruh perhatiannya kepada gereja berawal dari kekhawatirannya terhadap kedudukannya di Roma. Kaisar ini merasa cemburu terhadap putra mahkota bernama Crispus. Putra ini sangat termashur, karena posturnya yang menawan dan sikapnya yang ramah, disertai keberaniannya di medan pertempuran. Agar namanya tetap bertahan sebagai figure kaisar Romawi, dan tidak tenggelam oleh ketenaran nama putra mahkotanya, maka Constantin membunuh Crispus. Kematiannya menimbulkan duka rakyat Romawi. Dibalik pembunuhan itu, ada berita bahwa ibu tiri putra mahkota itu menginginkan putra kandungnya sendiri yang akan menjadi kaisar, sehingga dia berniat untuk menghabisi Crispus. Akhirnya Constantin menjatuhi hukuman mati kepada ibu tiri itu dengan membenamkannya ke dalam air mendidih. Para pendukung permaisuri yang mati itu bergabung dengan para pecinta putra mahkota menuntut atas kematian kedua orang itu. Constantin dalam posisi tersudut dan meminta bantuanpendeta kuil Yupiter di Roma. Tetapi para pendeta itu mengatakan, tidak ada kebaktian atau korban yang bisa menghapus dosa pembunuhan yang telah dilakukannya. Suasana yang tegang di Roma membikin dia tidak tentram, sehingga Constantin pergi ke Bizantium.

Setelah tiba di sana, dia mengubah nama kota di pinggir selat Bosporus itu sesuai dengan namanya, Constantinopel. Di tempat baru itulah dia melihat perkembangan gereja Paulus sangat menakjubkan. Constantin mendapat pelajaran, bahwa bila dia mau bertobat dan mengakui dosanya di Gereja, maka dosa itu akan diampuni. Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya untuk membersihkan nama dan tangannya yang telah dikotori lumuran darah dua pembunuhan dan keputusan-keputusan jahat selama dia berkuasa. Setelah merasa terbebas dari beban dosa, dia pun mencurahkan pikirannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh imperiumnya. Dia melihat adanya kemungkinan memperalat gereja untuk meraih tujuannya dan menunjukkan loyalitasnya, dengan cara memberi kebebasan kepada Gereja untuk berkembang, yang sebelumnya telah ditindas dan dibinasakan oleh Kaisar Diolektianus (284 ? 305 M). Berkat dukungan Constantin inilah perkembangan gereja semakin kuat dan pesat. Sebaliknya dia mendapatkan keuntungan yang besar, karena wilayah sekitar Laut Tengah dipenuhi oleh Gereja, yang pemeluknya dapat dipergunakan untuk mendukungnya di medan perang. Bantuan pendeta merupakan factor yang sangat penting untuk menyatukan Eropa dan Timur Tengah di bawah kekuasaan Constantin. Karena rasa terima kasih kepada Gereja disatu sisi, dan ingin menyudutkan para pendeta kuil Yupiter di Roma yang tidak mau membantunya, pada sisi lainnya, dia mengajak Uskup Roma untuk membangun greja yang besar dan megah di kota Roma. Dari posisi terjepit di kota itu, agama Kristen kemudia diberi fasilitas-fasilitas yang luar biasa oleh Constantin. Di samping itu dia membiayai pembangunan gereja yang besar dan megah di bukit Zion, Yerusalem.

Walaupun dia telah memberikan bantuan besar dan masuk agama Kristen, tetapi dia belum pernah dibaptis, sebab pengaruh agama Paganisme yang menyembah dewa Yupiter dan dewa-dewi lainnya masih sangat dominan. Oleh karena itu Constantin bersikap menjaga keseimbangan, yang kadangkala dia menampakkan diri seakan-akan sebagai pemuja dewa itu. Sikap seperti itu berlangsung cukup lama sampai meledaknya pertentangan di tubuh Kristen, antara sekte Pauline Church (Gereja Paulus) yang bertuhan Trinitas dengan sekte Apostolic Church (Gereja Rasuli) yang menganut paham Unitarian.

Tokoh terkemuka sekte Unitarian waktu itu adalah Arius, salah seorang Dewan Gereja yang sangat terkenal dalam sejarah dunia Kristen. Dia lahir di Libya dan belajar di perguruan Antiokia yang dinina oleh Lucius. Ia merupakankekuatan baru bagi gereja rasuli yang menghidupkan dan mempertahankan ajaran Yesus yang murni, dengan semboyan ; ?Ikutilah Yesus menurut yang diajarkan olehnya?, serta menentang ajaran-ajaran Kristen yang diciptakan oleh Paulus. Keagungan nama Arius pada masa itu dapat dilihat dari namanya yang sampai sekarang disinonimkan dengan sekte Unitarianisme, yakni aliran yang meyakini bahwa satu-satunya Tuhan hanyalah Allah, dan Yesus adalah hamba dan utusan Allah.

Gereja Paulus menerima pukulan telak ari pihak Arius. Mereka mengakui, Arius bukan hanya seorang ahli perencana saja, melainkan juga sebagai orang yang jujur dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Pada saat Tradisi Lisan (oral tradition) ? yang mempertahankan ajaran Yesus ? mulai lumpuh, dibarengi dengan pemahaman Tradisi Tulisan semakin menyimpang jauh, maka arius tampil dengan segala keberanian dan kegigihannya mempertahankan ajaran Yesus yang telah disampaikan oleh para muridnya secara murni, serta menentang persekutuan pihak gereja dengan kaisar Constantin.

Arius adalah murid Lucian yang paling keras mengecam gereja Paulus. Oleh karena dia selalu diincar pembunuhan oleh aliran Trinitas. Arius menyadari akan bahaya yang mengancamjiwanya. Walaupun riwayat hidup masa mudanya tidak begitu jelas, tetapi dia tercatat menjadi tokoh gereja Becaulis Iskandariah.

Sampai pada masa Konsili Nicea tahun 325 M, perbedaan keyakinan di kalangan Kristen sangat beragam. Karena kepercayaan di kalangan Kristen sangat beragam. Karena kepercayaan berdasarkan kemauan dan pilihan masing-masing individu. Sebelum gereja mendapatkan kebebasan dari imperium Romawi, perbedaan keyakinan itu menimbulkan pertentangan sengit, yang pada akhirnya mengakibatkan pertikaian antar kelompok Kristen. Bahkan sering terjadi penangkapan, penyiksaan, malah pembunuhan gelap.

Ketika Constantin menjalin aliansi dengan gereja, terjadilah perubahan dramatis. Meskipun waktu itu Constantin masih menjabat kepala negara yang penduduknya mayoritas menganut Paganisme, tetapi secara terbuka memberi bantuan kepada gereja, yang pada masa itu mungkin perbedaan antara Pauline Church dengan Apostolic Church belum begitu tajam. Dengan demikian, agama Kristen memperoleh kedudukan baru di bawah naungan kaisar Romawi. Bagi kebanyakan orang, perkembangan Kristen seperti ini menimbulkan masalah politik. Sebagian orang yang dulunya menentang agama itu, berbalik mendukungnya karena mendapat tekanan dari pemerintah. Oleh karena itu mereka memeluk agama Kristen bukan karena panggilan hati nuraninya, melainkan karena tujuan-tujuan tertentu. Perubahan situasi itu sangat menguntungkanpihak Kristen. Gereja Paulus dan Gereja Rasuli masing-masing berkembang pesat ke seluruh wilayah imperium Romawi, mengakibatkan pertentangan kedua sekte itu semakin tajam di setiap daerah.

Constantin yang pada waktu itu masih belum memahami agama Kristen, hanya ingin mendapatkan keuntungan politis bila tercipta kesatuan gereja yang tunduk padanya, dan berpusat di Roma, bukan Yerusalem. Ketika para jemaat gereja Rasuli (Apostolic Church) menolak untuk memenuhi keinginan kaisar itu, Constantin berusaha melakukan tekanan-tekanan terhadap mereka. Tetapi setiap tekanan itu tidak mendatangkan hasil yang diharapkan. Para jemaat gereja Rasuli yang menganut faham Unitarian itu tetap menolak untuk tunduk kepada Uskup Roma.

Pertentangan semakin tajam mengenai pokok-pokok keyakinan di dalam agama Kristen. Sementara itu doktrin Trinitas telah diterima sepenuhnya oleh pihak-pihak tertentu dalam dunia Kristen. Sedangkan pihak Donatus, Melitus, terutama Arius menentang doktrin tersebut. Setelah lebi dari dua abad, doktrin itu menjadi bahan perdebatan, tidak ada pihak yang bisa memberikan penjelasan dan penafsiran yang memuaskan. Karena banyak fihak yang menentangnya, semakin banyak membutuhkan penjelasan dan difinisi dogma itu. Pihak gereja harus memberikan difinisi tentang kodrat kemanusiaan dan kodrat ketuhanan Yesus. Serta memberikan penjelasan mengenai hubungan oknum yang satu dengan oknum lainnya dalam Trinitas. Gereja harus menunjukkan difinisi yang akurat mengenai hubungan ketuhanan Yesus dengan perawan Maria, ibunya. Karena setiap orang Kristen selalu dihadapkan pada sekian banyak problem dogma Trinitas, maka surat pertanyaan yang dikirim kepada pihak Paus di Roma semakin menggunung.

Surat jawaban dari Paus ternyata tidak bisa memberikan kepuasan bagi semua pihak. Arius tampil mengajukan tantangannya kepada pihak Paus untuk memberikan difinisi yang logis dan rasional mengenai doktrin Trinitas. Arius sendiri memberikan penjelasan sebagai berikut :
?Jika Yesus itu sebagai anak Tuhan, berarti Bapa (Allah) harus ada terlebih dahulu dari pada Yesus. Justru sebelum ada anak (Yesus), harus ada jarak waktu. Dalam jarak waktu itu sang anak belum ada. Dengan demikian sudah pasti, bahwa anak (Yesus) itu dicipta oleh Allah dari esensi yang sebelumnya tidak ada. Oleh karena itu Yesus tidak sama dengan Bapa (Allah)?.

Kalangan gereja Trinitas merasa terjungkal. Patriarch Alexander mengundang dewan gereja untuk mempersoalkan pendapat Arius itu. Sekitar seratus uskup dari Mesir dan Libya menghadiri undangan itu untuk meminta pertanggung jawaban dari Arius. Untuk mempertahankan keyakinannya, Arius mengajukan argumentasi yang tidak bisa dibantah sebagai berikut :
?Ada suatu tempo, yang di dalam tempo waktu itu Yesus belum ada, sedang Allah bersifat Maha Dulu dan Maha Abadi. Karena Yesus adalah makhluk Allah, maka dia bersifat fana (tidak kekal), dan sudah tentu tidak memiliki sifat abadi. Karena Yesus itu makhluk, maka dia termasuk obyek bagi perubahan seperti makhluk berakal lainnya. Karena hanya Allah saja yang tidak berubah, maka Yesus bukanlah oknum Tuhan?

Disamping menggunakan logika, dia pun mengukuhkan argumentasinya dengan mengutip ayat-ayat Alkitab untuk membantah doktrin Trinistas seperti :
?Jika Yesus sendiri telah mengatakan : ?Bapa lebih besar dari pada aku? (Matius 14:28), bagaimana kita bisa percaya bahwa Allah dan Yesus itu sama?. Kepercayaan seperti itu sangat bertentangan dengan sabda Yesus sendiri di dalam kitab suci?

Pendapat Arius ini tidak bisa dibantah oleh semua uskup yang hadir pada siding itu. Tetapi Patriarch Alexander, dengan menggunakan kekuatan jabatannya, menjatuhkan vonis ?Hukuman Pengucilan Gereja? terhadap Arius.

Dalam tradisi gereja, siapa yang mendapat hokum pengucilan itu, tumpahan darahnya menjadi halal. Dan pembunuhnya akan mendapatkan surga, karena telah berjasa membasmi pembawa ajaran sesat !!. Tetapi Arius mempunyai banyak pengikut yang pengaruhnya sangat luas, dan tidak dapat dianggap enteng oleh pihak gereja Trinitas, apalagi para uskup Wilayah Timur tidak membenarkan vonis Patriarch Alexander itu.

Pertentangan masalah keyakinan ini semakin memuncak. Alexander berada pada posisi yang terjepit, bahkan sangat kecewa karena para uskup wilayah timur mendukung Arius. Terutama Eusebius Nicomedia (mati 342 M) sahabat Arius yang sangat berpengaruh di istana Constantinopel, dan Eusebius Caesarea (260 ? 340 M) memberikan dukungan yang sangat besar kepada Arius. Dua orang ini dan Arius adalah murid Lucian. Pembunuhan gelap terhadap guru mereka, membuat hubungan ketiga murid itu semakin erat.

Sampai sekarang kita bisa melihat surat Arius yang dikirim kepada Eusebius Constantinopel, setelah dia dijatuhi vonis ?hukuman pengucilan? dari Alexander. Diantara surat itu berbunyi :?Kami dihukum karena menyatakan, Yesus itu mempunyai permulaan, sedangkan Allah tidak mempunyai permulaan?

Catatan mengenai pertentangan tajam waktu itu, sangat sedikit sekali yang bisa kita jumpai. Surat-surat yang masih selamat, menunjukkan, Arius tabah mempertahankan ajaran Yesus yang murni dan yang bebas dari perubahan, dan sama sekali tidak menghendaki perpecahan dalam Kristen. Sedangkan kumpulan surat-surat Alexander memperlihatkan, penggunaan bahasa yang tidak sopan terhadap Arius dan para pendukungnya. Diantara surat-surat itu Alexander pernah menulis sebagai berikut : ?Mereka sudah dikuasai iblis yang merasuk dalam diri mereka. Mereka adalah tukang sulap dan penipu yang cerdk merayu. Mereka kelompok penyamun yang hidup dalam persembunyian, yang siang malam mengutuki Kristus?mereka mendapatkan banyak pengikut dengan memperalat wanita tunasusila?

Surat yang bernada kasar itu membangkitkan kemarahan Eusebius. Beliau mengundang uskup-uskup wilayah timur untuk menjelaskan duduk persoalannya. Pertemuan para uskup itu menghasilkan keputusan untuk mengirim surat pada seluruh uskup wilayah timur dan barat, agar mendesak Patrirrch Alexander untuk mencabut hukuman yang dijatuhkan kepada Arius. Alexander mau mencabut vonisnya, asalkan Arius mau tunduk kepadanya. Syarat itu ditolak oleh Arius, dan ia pergi ke Palestina untuk membina jemaat Kristen di tempat iru. Alexander mengirimkan surat kecaman terhadap Arius dan Eusebius kepada seluruh pelayan-pelayan gereja Katolik. Alexander menuduh, Eusebius mendukung Arius bukan karena keyakinan yang dianut oleh Arius, melainkan disebabkan oleh kepentingan ambisius.

Kaisar Constantin melihat situasi dalam Kristen semakin memburuk. Dia terpaksa turun tangan dengan mengirimkan surat kepada kedua pihak. Kaisar itu sangat mengharapkan kesatuan pendapat dalam agama. Karena hal itu akan menjamin stabilitas daerah yang dikuasainya. Dia meminta keduanya melupakan masalah yang dipertentangkan.

Sementara itu terjadi persengketaan antara Constantin dengan saudara iparnya, Lucianus, yang menguasai wilayah Tracia. Dalam pertempuran tahun 324 M. Lucianus tewas. Karena dia termasuk pendukung Arius, kematiannya mengakibatkan posisi Arius mengalami kemunduran. Sekalipun Constantin memenangkan peperangan, tetapi dia tidak mampu membendung kerusuhan yang melanda beberapa wilayah Romawi. Kaisar tidak mempunyai jalan lain, kecuali dengan cara mengundang seluruh uskup untuk menyelesaikan persoalan rumit itu. Posisi dirinya yang masih menganut faham Paganisme, bisa menguntungkan dia, karena tidak termasuk pengikut salah satu sekte Kristen, dan bisa menjadi pemimpin sidang dan penengah yang tidak memihak. Constantin direstui oleh para uskup untuk menjadi pemimpin sidang, karena tidak ada pihak yang menyetujui sekte lain memimpin sidang itu. Sidang para uskup tahun 325 Masehi yang dipimpin oleh Constantin itu terkenal dengan sebutan Konsili Nicea.

Anggota siding gereja sedunia yang pertama kali kebanyakan terdiri dari para uskup yang masih lugu, jujur dan berpegang teguh pada keyakinan yang dianutnya. Di saat itulah secara mendadak mereka harus berhadapan dengan tokoh-tokoh yang menguasai filsafat Yunani. Sehingga mereka tidak bisa memahami ungkapan-ungkapan filosofis yang didengarnya. Sebaliknya, mereka kehilangan kemampuan untuk mengungkapkan pendapatnya, apalagi harus menghadapi argumentasi pihak lain yang berdasarkan logika. Oleh karena itu, mereka harus memilih salah satu dari dua pilihan, bertahan pada keyakinannya secara diam-diam, atau menyetujui apa saja yang diputuskan oleh pemimpin siding.

Wakil-wakil dari pihak gereja Paulus (Trinitas) yang mempertahankan Tiga Oknum, ternyata mereka mampu menunjukkan Dua Oknum, yakni Bapa Allah dan Anak (Yesus). Mereka tidak berdaya untuk mencari dalil dari Alkitab bahwa Roh Kudus itu adalah salah satu dari oknum Tuhan.

Para uskup murid Lucian seperti Arius, dengan mudah menyudutkan pihak gereja Paulus dari masalah satu ke persoalan yang lain dalam Trinitas. Pihak Unitarian mengakui, di dalam Alkitab, Yesus memanggil Allah dengan kata ?Bapa? dan menyebut dirinya dengan kata ?Anak?, tetapi mereka menunjukkan kepada lawannya mengenai sabda Yesus yang berbunyi : ?Dan janganlah kamu memanggil Bapa kepada seorang pun di dunia ini, karena satu saja Bapa kamu, yaitu yang ada di Sorga? (Matius 23:9)
Dengan demikian oknum anak itu bukan hanya satu, bukan Yesus saja, melainkan berjuta-juta manusia!!.

Pihak Trinitian tidak mampu mematahkan argumentasi pihak Unitarian, sebab kepercayaan terhadap doktrin Trinitas yang diyakini oleh mereka tidak berdasarkan pada kitab Injil. Dengan susah payah mereka berusaha ingin membuktikan bahwa Bibel telah menyatakan ?Yesus itu bayangan Allah yang Maha Benar?. Pihak Unitarian menjawab : ?Kita sebagai manusia adalah bayangan dan kemegahan Tuhan. Jika dikatakan bahwa bayangan Allah adalah Tuhan, berarti seluruh manusia itu adalah Tuhan !!!?

Perdebatan dalam siding semakin meruncing, dan semua pihak merasa pesimis terhadap hasil siding itu. Pada akhirnya masing-masing pihak saling mengharapkan dukungan kaisar yang memegang keputusan akhir. Constantia adik kaisar Constantin adalah penganut faham Unitarian, memberitahu Eusebius Nicodemia bahwa kaisar ingin mempersatukan gereja. Karena perpecahan akan membahayakan kekaisaran. Jika tidak tercapai persetujuan dan kesamaan keyakinan, mungkin kaisar akan kehilangan kesabaran dan menarik bantuannya kepada gereja, yang akan mengakibatkan keadaan Kristen lebih memprihatinkan dari pada sebelumnya.

Eusebius berunding dengan Arius bersama sahabat lainnya, dan mengambil kebulatan tekad untuk mempertahankan keyakinannya, serta menolak doktrik Trinitas yang mungkin akan mendapatkan suara mayoritas dalam Konsili Nicea itu.

Dukungan Constantin terhadap gereja Paulus akan menambah kekuasaan gereja, dan akan mampu mengakhiri gereja rasuli (Unitarian) di Afrika Utara dengan segala bentuk kekerasan. Untuk mendapatkan dukungan itu, gereja Paulus menyetujui perubahan-perubahan pada agama Kristen. Karena pemujaan kepada Dewa Matahari sudah menjadi tradisi bangsa Romawi pada waktu itu, dan kaisarnya dipandang sebagai perwujudan dari dewa matahari, maka gereja Paulus menyusun rumusan sebagai berikut:

1. Hari Minggu (hari Dewa Matahari) bangsa Romawi dijadikan hari Sabat bagi agama Kristen.
2. Hari kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember dijadikan hari kelahiran Yesus.
3. Lambang Dewa Matahari, Salib Sinar, dijadikan lambing agama Kristen.
4. Untuk menyatukan upacara ritual bagi Dewa Matahari dan Yesus, patung Dewa Matahari pada salib diganti dengan patung Yesus.

Kaisar merasa puas, karena jurang perbedaan antara agama Kristen dengan agama Pagan yang dianut oleh bangsa Romawi bisa diakhiri. Akhirnya Trinitas itu diterima dengan suara terbanyak sebagai keyakinan resmi dalam agama Kristen. Pengertian Keesaan Tuhan dalam bahasa Yesus telah berubah maknanya setelah disalin dalam bahasa filsafat Neo-Platonisme yang dikenal dengan Mystic Trinity. Setelah perubahan pengertian keesaan Tuhan diterima oleh suara terbanyak, langkah perumusan ajaran Kristen lkainnya semakin jauh menyimpang dari ajaran Yesus. Rumusan Credo Nicea yang dikenal sampai saat ini adalah rumusan yang ditanda tangani oleh peserta konsili itu, dengan mendapatkan dukungan kaisar Constantin.

Karena pihak Arius tidak mau mengakui keputusan konsili itu, maka diumumkan Anathema (kutukan) terhadap ajaran Arius, sebagai berikut :
?Bagi orang yang berkata : ?Ada jarak waktu dimana Yesus belum ada. Sebelum dilahirkan, Yesus tidak ada. Yesus diciptakan dari ynag tidak ada. Anak (Yesus) berbeda zatnya dengan Allah. Yesus adalah obyek perubahan?, maka Gereja Katolik menjatuhkan kutukan?

Setelah peserta konsili pulang ke daerahnya masing-masing, mereka terlibat kembali dalam perdebatan mengenai keputusan konsili itu. Pengikut Unitarian yang selalu menentang keputusan konsili itu ditangkapi, dan yang tak mau taubat untuk menerima doktrin Trinitas dijebloskan dan disiksa di penjara bawah tanah!!. Arius sendiri sejak tahun 325 M, telah dimasukkan ke dalam penjara bawah tabah di pulau kecil sekitar selat Bosporus. Walaupun begitu, perdebatan semakin meruncing di wilayah kekuasaan Romawi. Hanya Athanasius yang masih mematuhi keputusan tersebut, sedangkan para pendukungnya sendiri diliputi kebingungan menghadapi berbagai tantangan.

Sabinas uskup tertua di Thracia mengatakan, yang hadir dalam konsili Nicea itu adalah orang dungu yang bodoh. Keputusan Konsili itu hanya disahkan oleh orang-orang tolol yang tidak memiliki pengetahuan dalam masalah itu. Setelah konsili selesai, Patriarch Alexander mati tahun 328 M. Terjadilah perebutan jabatan keuskupan Iskandariah. Athanasius dipilih dan ditasbihkan menjadi uskup di daerah itu. Pemilihan itu menimbulkan kecaman keras, karena dilakukan dengan intimidasi dan tindakan kekerasan lainnya. Pengikut Arius mengadakan perlawanan terhadap Athanasius.

Cosntantina, saudara kaisar Constantin, menentang pembunuhan terhadap orang Kristen Unitarian, terutama menentang pembuangan Eusebius Nicomedia. Dia tetap mempertahankan bahwa Arius adalah pemimpin agama Kristen yang benar. Alkhirnya, Constantina berhasil membebaskan Eusebius agar kembali ke istana. Kembalinya Eusebius ini merupakan pukulan telak bagi kelompok Athanasius. Constantin semakin condong kepada Arius. Ketika mendapat laporan tentang kecaman masyarakat Kristen atas pemilihan Athanasius, dia memanggil uskup itu agar datang ke Constantinopel. Dengan berbagai alas an Athanasius tidak mau datang memenuhi panggilan itu. Pada tahun 335 M, ketika dilangsungkan konsili di kota Tyre untuk memperingati tiga puluh tahun pemerintahan kaisar Constantin, Athanasius diwajibkan untuk menghadirinya. Dalam konsili itu, dia dituduh telah melakukan kelaliman di wilayah keuskupannya. Karena suasana siding saat itu menyudutkan dirinya, maka dia segera keluar sebelum konsili menjatuhkan hukuman kutukan kepada dirinya. Para uskup kemudia melanjutkan siding di Yerusalem dan mengukuhkan kutukan terhadap Athanasius, serta menerima Arius kembali ke pangkuan gereja.

Constantin mengundang Arius dan Eusebius ke Constantinopel. Perdamaian antara Arius dan kaisar terjalin baik, dan para uskup menjatuhkan kutukan kepada Athanasius.

Arius diangkat menjadi Patriarch Constantinopel, tetapi jabatan itu tidak berlangsung lama, dia wafat secara mendadak pada tahun 336 M, karena makanannya diberi racun. Pihak gereja menganggapnya suatu keajaiban, tetapi pihak istana mencurigai peristiwa itu. Kaisar membentuk komisi untuk menyelidikinya. Athanasius terbukti sebagai otak pembunuhan tersebut dan dijatuhi kutukan !!.

Constantin yang perasaannya sangat terguncang atas kematian Arius itu, dibawah bimbingan Constantina, akhirnya dia memeluk agama Kristen Unitarian, dan dibaptis oleh Eusebius Nicomedia. Pada tahun 377 M, kaisar Romawi itu meninggal dunia dengan membawa keyakinan bahwa Allah satu-satunya Tuhan, dan Yesus adalah manusia biasa utusan Allah.

Arius memiliki peranan penting dalam sejarah Kristen. Bukan hanya karena jasanya yang berhasil menarik kaisar Constantin memeluk agama Kristen, tetapi juga karena mewakili orang-orang yang tabah mempertahankan ajaran Yesus yang murni. Di saat itu ajaran Yesus tercampu aduk dengan kepercayaan-kepercayaan pagan dan politeisme, sehingga ajaran Kristen yang asli dan yang palsu semakin kabur. Maka Arius dengan segala keberaniannya dan ketabahan hatinya, tampil mempertahankan kemurnian ajaran Yesus.

Pada hakikatnya agama samawi telah mengajarkan keesaan Tuhan. Tetapi perkembangan berikutnya telah menyeret pengikutnya ke dalam kemerosotan Tauhid yang mengakibatkan mereka melanggar batas-batas agama. Kondisi keimanan mereka semakin memburuk, yang pada akhirnya mereka terperosok dalam keyakinan Politeisme.

Kisah tersebut diatas semakin meyakinkan kita bahwa ajaran Islamlah yang tetap memegang teguh agama Tauhid, tiada Tuhan selain Allah yang layak disembah adapun Nabi-nabi mulai dari Adam?.Ibrahim ..Nuh Isa dan Muhammad adalah utusannya!!. Mereka diutus untuk menyampaikan risalahnya kepada umat manusia, agar manusia mengenal jalan lebar dan lurus yang ditunjukkanNya agar umat manusia mempunyai bekal yang cukup untuk kembali kepadaNya bila saatnya telah tiba. !!

Wallahu Alam Bisawab

Jumat, 19 Agustus 2011

Al-Qur'an Atau Bibel Pemicu KDRT? (Menjawab Gugatan Forum Murtadin Kafirun)

Sebuah forum diskusi yang menamakan diri “Forum Murtadin Kafirun Ex Muslim Indonesia” mengobral berbagai penyelewengan tafsir Al-Qur'an. Salah satu ayat yang jadi korban adalah surat An-Nisa’ 34 yang dituding mengajarkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam Al-Qur'an. Dengan semena-mena, ayat ini dikomentari secara serampangan sbb:
“Islam sudah mengajarkan KDRT ke anak-anak lewat Qur’an. Makanya aku tinggalin ajaran Arab itu. Quran 4:34: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.”
Rupanya, dalam ayat yang cukup panjang itu, hanya kata “pukullah mereka” yang terlihat di  pelupuk mata para murtadin Kafirun. Lalu disalahpahamkan seolah-olah ayat ini menyuruh para suami memukuli istrinya dengan semena-mena.
Padahal ayat tersebut bukan mewajibkan suami memukuli istri, melainkan sebatas izin melakukan sanksi pemukulan dalam konteks mendidik (ta’dib) terhadap istri yang nusyuz. Rasulullah SAW mencontohkan bahwa beliau tidak pernah memukul para istri dan pembantunya.
Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW tidak sekalipun memukul sesuatu dengan tangannya, tidak wanita, tidak pula pembantu kecuali dalam keadaan jihad di jalan Allah” (HR. Muslim).
Meskipun surat An-Nisa’ 34 membolehkan suami memukul istri dalam rangka mendidik, akan tetapi tidak asal memukul, melainkan dengan syarat, batasan dan ketentuan, antara lain:
Pertama, ia dilakukan kepada istri ketika nusyuz, yakni durhaka dengan tidak menaati suami dalam batas-batas tertentu. Jika istri belum terbukti nusyuz maka suami belum boleh melakukannya. “Nusyuz” artinya artinya meninggalkan, contoh nusyuz seorang istri misalnya meninggalkan rumah tanpa seizin suami
Kedua, setelah sang istri terbukti nusyuz maka tidak otomatis suami langsung boleh memukulnya. Suami terlebih dulu harus melakukan dua tahapan terlebih dahulu yaitu menasihatinya. Jika sang istri adalah muslimah yang shalihah dan dia terbukti nusyuz, maka sebuah nasihat sudah baginya, untuk menyadari kekeliruannya dan mengulangi kesalahannya. Dengan demikian selesailah persoalannya tanpa ada kekerasan.
Ketiga, Kalaupun dengan nasihat belum cukup maka masih ada langkah kedua yang mesti dilalui yaitu berpisah darinya di tempat tidur. Pada tahap ini, kalau sang istri adalah muslimah shalihah yang terbukti dia nusyuz, maka dengan sanksi ini dia akan menyadari kesalahannya.
Keempat, Kalau tahap-tahap tersebut belum cukup untuk menyadarkan sang istri, maka diperbolehkan melakukan sanksi pemukulan dalam rangka mendidik, memperbaiki, dan meluruskan. Karena tujuannya untuk mendidik, bukan menyakiti, misalnya meninju dengan kepalan tangan hingga terluka berdarah-darah untuk melampiaskan amarah dan dendam kesumat. Memukul yang dibolehkan adalah pukulan ghairu mubarrihi, yaitu yang tidak melukai dan tidak mematahkan, tidak melukai daging dan tidak mematahkan tulang. Dan yang terpenting, tidak boleh memukul anggota badan yang diharamkan, misalnya memukul wajah.
Rasulullah SAW memberikan petunjuk: “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan para wanita (istri), karena kalian mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian telah menjadikan kehormatannya halal bagi kalian dengan kalimat Allah. Hak kalian terhadap mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seseorang yang kalian benci untuk menginjak (menapak) di hamparan (permadani) kalian. Jika mereka bersikukuh melakukan hal tersebut, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras” (HR Muslim).
Jadi, memukul istri adalah alternatif terakhir sebagai sarana mendidik istri. Tak ada yang perlu dipersoalkan dari tahapan-tahapan pendidikan terhadap istri pembangkang dalam ayat tersebut. Siapapun bisa menerima kebenaran ayat tersebut, kecuali orang yang tidak punya nalar sehat. Bayangkan, apa istri yang pergi seenaknya tanpa minta izin suami itu dibiarkan saja? Apakah istri yang selalu melakukan hobi pergi dari rumah tanpa izin itu masih ditolerir, padahal sudah dinasihati dan diberi sanksi? Tentu tidak!
Islam mengajarkan bahwa kedudukan suami dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga (Qs An-Nisa’ 34) yang salah satu tugasnya adalah mengurus dan mendidik istri. Ketika menjalankan kewajiban sebagai kepala keluarga yang mendidik istri dengan cara yang halus hingga cara pemukulan yang syar’i, sang suami tidak bisa dihukumi sebagai pelaku KDRT. Karena ketegasan dalam mendidik dan nahi munkar berbeda kasus maupun konsekuensinya dengan KDRT.
Justru aneh jika seorang suami berprinsip tidak melakukan ketegasan dalam mendidik istri gara-gara takut terjerat KDRT. Padahal Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Nasa’i, Thabrani dan Ahmad, mengancam orang yang melakukan pembiaran terhadap kemaksiatan istri dan anggota keluarganya, sebagai seorang “Dayyuts” yang tidak akan mencium bau surga.
Dengan kerasnya menghujat amar makruf nahi munkar dalam keluarga sebagai KDRT, maka bisa dipastikan bahwa Forum Murtadin Kafirun adalah gerombolan para Dayyuts!!
Ayat Injil (Bibel) jadi biang keladi KDRT di Belanda
Seharusnya para murtadin kafirun malu menghina Islam sebagai agama yang mengajarkan KDRT. Faktanya, ayat Bibel menjadi pemicu terjadinya satu juta kasus KDRT di Belanda.
Radio Nederland Weredomroep (RNW), dalam situsnya menyebutkan, KDRT di Belanda dipicu oleh ayat Alkitab (Bibel). Angkanya cukup fantastis. Dalam satu tahun, satu juta orang di Belanda setiap tahunnya menjadi korban KDRT. Antara 200 hingga 300 ribu orang di antaranya menjadi korban serius atau korban kekerasan berulang. KDRT yang terjadi di Belanda tidak saja fisik, tetapi juga kekerasan seksual dan psikis seperti misalnya mengancam, menghina, dan menelantarkan pasangan.
“Jika ditampar di pipi kiri berilah pipi kananmu, ajaran Kristen ini kemungkinan jadi pemicu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Belanda. Padahal di Belanda sendiri persamaan hak antara perempuan dan laki sudah sangat maju,” tulis RNW dalam berita berjudul “KDRT: Ditampar Pipi Kiri, Berilah Pipi Kanan,” Kamis (30/6/2011).
Menurut Nursyahbani Katjasungkana yang mengikuti workshop KDRT di Amsterdam bersama wakil 6 negara Eropa (Jerman, Austria, Spanyol, Inggris dan Belanda), kekerasan di dalam keluarga Belanda totok (bukan pendatang) lebih banyak terjadi di kelompok-kelompok tradisional yang masih kuat menjalankan agama.
Ayat Bibel yang disebut menjadi biang keladi terjadinya KDRT adalah Injil Matius dan Injil Lukas berikut:
“Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (Matius 5:39).
Dalam prinsip pembalasan (lex talionis), ayat ini sulit ditafsirkan dan  musykil diterapkan. Dr FF Bruce, profesor Kristen untuk studi Kritik Alkitab dan Eksegese di Manchester mengakui dengan jujur: “Ini merupakan perkataan keras dalam arti bahwa perkataan ini menetapkan sebuah tindakan yang tidak lazim bagi kita,” (The Hard Saying of Jesus, edisi Indonesia: Ucapan Yesus yang Sulit, Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1995, hal. 62).
Lembaga Biblika Indonesia (LBI), lembaga resmi penerbit Alkitab Katolik, membubuhkan catatan kaki yang sangat krusial. Disebutkan dengan jelas bahwa Injil Matius 5:39 tersebut tidak pernah termaktub pada naskah kuno Yunani, bahkan tidak relevan karena kontradiktif dengan Injil Yohanes. Perhatikan catatan kaki LBI berikut:
“Matius 5:39, melawan orang yang berbuat jahat kepadamu tidak ada dalam naskah Yunani, tetapi ungkapan itu mengenai kejahatan yang menimpa orang sendiri... Yesus tidak melarang melawan serangan yang tidak adil, bdk Yoh 18:22 dan sama sekali tidak melarang menentang yang jahat di dunia” (Kitab Suci Perjanjian Baru dengan Pengantar dan Catatan , hlm. 32, Imprimatur Mgr Donatus Djagom SVD, Uskup Agung Ende, Ndona 1974).
Karena nas Injil itu tidak pernah tercantum dalam naskah Yunani, maka bisa dipahami bahwa ayat itu tidak asli. Gara-gara ayat inilah, negeri kincir angin Belanda harus menuai satu juta kasus kekerasan dalam rumah tangga. [a ahmad hizbullah mag/suara-islam]

Ibadah Haji dan Nubuwat Perubahan Kiblat dalam ALKITAB

Ibadah Haji dan Nubuwat Perubahan Kiblat dalam ALKITAB
http://jalanibrahim.wordpress.com/2009/11/24/ibadah-haji-dan-nubuwat-perubahan-kiblat-dalam-alkitab/



Jika anda umat Nasrani ingin mengetahui misteri Ibadah Haji dalam Alkitab, ketahuilah, Ibadah haji bukan ritual bangsa pagan seperti yang diinformasikan secara sesat oleh orang-orang yang alergi terhadap Islam. Secara syariat, mula haji dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. pada sekitar 2000 tahun SM.
Ketika itu, Ibrahim dan putranya, diperintahkan membangun Ka’bah. Ritual ini terjadi pada bulan ke dua belas terdiri dari pejalanan ke Mekkah, melakakukan beberapa ritual yang berpuncak pada ritual korban dan mencukur rambut.

ALHAJJ 26. Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.
27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh,
Hakikat haji , dalam TAURAT bahasa IBRANIatau Pentatech Perjanjian Lama ALKITAB adalah HAGG yang berarti FESTIVAL TAHUNAN, adalah perjalanan ruhani dan jasmani seorang hamba menuju BAIT SUCI.
“Syalosy regalim to-hag liy ha-syanah” = “Tiga kali setahun haruslah engkau mengadakan hagg (haji) bagiKu” (Keluaran 23: 17)
Dalam terjemahan kamus HAGG adalah: perjalanan jauh seseorang ke sebuah tempat istimewa dimana untuk menunjukkan rasa hormat (kepada Sang Pencipta).
HAgg atau Pilgrimage yakni a journey to a place which is considered special, and which you visit to show your respect. (Cambridge dictionary)
Ia bermakna keharusan bagi setiap manusia yang ingin kembali kepada Tuhan dalam keadaan suci hingga berakhir dengan perjumpaan dengan Tuhan. MENGAPA dalam ISLAM harus berhaji?
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Islam didirikan atas lima hal; Penyaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah, melaksanakan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Surat dalam Alquran: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS Ali ‘Imran: 97).
Salah satu makna terbesar yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji adalah tentang persatuan dan kesatuan umat.Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan “batas” palsu yang tidak jarang menyebabkan “perpecahan” di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep “aku”, bukan “kami atau kita”, sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, bangsaku dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap individualisme. Mulai dari miqat mereka mengenakan pakaian yang sama yaitu kain kafan pembungkus mayat yang terdiri dari dua helai kain putih yang sederhana. Semua memakai pakaian seperti ini. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan yang miskin, yang terhormat dan orang kebanyakan, yang berasal dari Barat dan yang berasal dari Timur, mereka memakai pakaian yang sama, berangkat dan akan bertemu pada waktu dan tempat yang sama. Dengan aktivitas yang sama dan menggunakan kalimat yang sama.
“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, akau penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kekuatan hanyalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.“
Manusia yang tadinya terpecah-pecah dalam berbagai ras, bangsa, kelompok, suku dan keluarga dengan ibadah haji dihimpun oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagai faktor kesamaan agar mereka menjadi satu. Memuji kebesaran Allah dengan konsentrasi yang sama, dimana di tempat asalnya mereka disibukkan dengan masalah masing2, di sana kita seolah me re-charge hati, keyakinan dan kepasrahan terhadap Allah.
Pada masa Nabi Daud, tempat ziarah / kiblat shalat dipindahkan seperti kita ketahui dalam 1 TAWARIKH 15, dengan membawa tabut ke Yerusalem.
15:12 dan berkata kepada mereka: “Hai kamu ini, para kepala puak dari orang Lewi, kuduskanlah dirimu, kamu ini dan saudara-saudara sepuakmu, supaya kamu mengangkut tabut TUHAN, Allah Israel, ke tempat yang telah kusiapkan untuk itu.
Dalam khotbah di bukit Yesus AS meramalkan akan berpindahnya tempat ZIARAH HAJI dan arah DOA, atau dalam bahasa arab bermakna Shalat, dari Yerusalem ke sebuah tempat lain :
“Kata Yesus AS kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.”
“Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.
“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh(Rohani) dan kebenaran(Realita;Jasmani); sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” (Yohanes 4:21-23)
Tempat ziarah menjadi subyek kontoversi di masa Yesus AS. Kaum Yahudi meng-klaim tempat itu adalah Yerusalem sedangkan kaum Samaritan meng-klaim gunung yakub sebagai tempat ziarah.
Pertama, Yesus menyebutkan bahwa akan datang suatu masa tempat ziarah bukan lagi Yerusalem atau gunung kaum Samaritan. Kedua, beliau menyebutkan bahwa ziarah akan dilakukan di suatu tempat yang akan dituju oleh orang yang benar-benar akan menyembah Tuhan.
Begitu juga dalam perjanjian lama:
“Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi.” (Ulangan 12:5)
“maka ke tempat yang dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang kuperintahkan kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu dan segala korban nazarmu yang terpilih, yang kamu nazarkan kepada TUHAN.” (Ulangan 12:11)
“Tetapi di tempat yang akan dipilih TUHAN di daerah salah satu sukumu, di sanalah harus kaupersembahkan korban bakaranmu, dan di sanalah harus kaulakukan segala yang kuperintahkan kepadamu.” (Ulangan 12:14)
“Apabila tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk menegakkan nama-Nya di sana, terlalu jauh dari tempatmu, maka engkau boleh menyembelih dari lembu sapimu dan kambing dombamu yang diberikan TUHAN kepadamu, seperti yang kuperintahkan kepadamu, dan memakan dagingnya di tempatmu sesuka hatimu.” (Ulangan 12:21)
Ayat di atas, mirip dengan praktik ritual haji dan penyembelihan HEWAN KURBAN dalam Festival TAHUNAN Iidul Adha atau Lebaran Haji, atau HAGG, dalam ajaran Islam, dimana para jemaah haji di Mekkah akan menyembelih kurban di sana setelah selesai ritual haji, maka bagi yang tidak pergi ziarah, dapat menyembelih hewan kurban dimana saja mereka berada.
Dalam Injil dapat juga kita temui petunjuk yang menyebutkan cara ritual haji seperti yang dilakukan umat muslim di mekkah, yaitu berwudhu atau bersuci lalu berjalan mengelilingi Ka’bah/rumah (mezbah) Allah:
“Aku membasuh tanganku tanda tak bersalah, lalu berjalan MENGELILINGI Mezbah-Mu, ya TUHAN (Mazmur 26:6)
dalam BBE lebih jelas = “I will make my hands clean from sin; so will I go round your altar, O Lord;” (clean from sin = bersuci, go round = mengelilingi)
Rumah Tuhan yang pertama dicatat dalam Alquran sebagai di Bakkah, nama kuno bagi Mekkah:
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS 3-96)
Hal ini telah diketahui dalam Mazmur 84:5-7:
“Berbahagialah segala orang yang boleh duduk dalam rumah-Mu serta memuji akan Dikau senantiasa.” (Mazmur 84:5)
“Berbahagialah orang yang kuatnya adalah dalam Engkau, dan hatinya adalah pada jalan raya (ziarah) ke kaabah-Mu”. (Mazmur 84:6)
NIV© (New International Version) Blessed are those whose strength is in you, who have set their hearts on pilgrimage. (dalam versi ini, ayat ini terdapat di ayat 5)
“Apabila mereka itu melalui lembah Baka mereka membuatnya menjadi tempat yang bermata air, bahkan hujan pada awal musim menyelubunginya dengan berkat.” (Mazmur 84:7)
(catatan: terjamahan di atas diterjemahkan dari Injil versi ‘New International Version’ karena berbeda dalam terjemahan bahasa Indonesia dan versi alkitab lainnya selain NIV)
Ringkasnya ziarah dalam Islam pada dasarnya sama dengan ziarah dalam al-kitab. Keduanya merefleksikan waktu, tujuan, praktik dan tempat tempat ziarah yang sama.
Sejak masa awal monotheistic ibrahimik sudah menjadi salah satu syariat yg ada bahkan sebelum islam itu dibawa nabi muhammad saw. ( http://en.wikipedia.org/wiki/Mizrach ) , kiblat orang yahudi itu disebut mizrakh/mizrath, secara jelas digambarkan dalam kitab daniel 6:10 dalam bible. Mereka berkiblat ke Temple of Solomon (Beth HaKadosh/Baitul Maqdis/Bait Suci/), sampai sekarang.
Al Baqarah 143. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Al Baqarah 145. Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -kalau begitu- termasuk golongan orang-orang yang zalim.
Orang yahudi, gak ikut kiblat org Islam, mereka sholat menghadap Baitul Quds, Orang Nasrani gak punya kiblat melainkan kiblat tubuhnya sendiri jadi BAIT.Adapun okaum MUSLIMIN sholat menghadap Masjidil Haram. Maha Benar Allah dg segala firman-Nya.
“Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah TUHAN bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem”
Beberapa orang Katolik mengartikan ini pusat kekristenan di Vatican. Padahal semua tahu orang katolik ataupun protestan tidak mengenal konsep “arah sembayang” (kiblat). Mungkin akan menimbulkan argumentasi apologetik yg panjang, tapi kalau secara sederhana kita berfikir, Islam adalah keyakinan
terakhir dalam mata rantai agama semitik, maka akan tepat perintah perubahan kiblat dg keterangan yg diberikan Nabiullah Yesus itu. Dalam kristen ada yg disebut “ziarah ke tanah suci”, mungkin mereka mengganti haji dg ini.
dalam tradisi judaistic ada yg disebut “shalosh regalim”, secara textual artinya “tiga hijrah”, salosh = tiga, regalim, bentukan dari kata dasar “le’reghal” yg artinya “hijrah”, jadi plural dg suffix -im.
http://en.wikipedia.org/wiki/Shalosh_regalim.
http://www.jewishencyclopedia.com/view.jsp?artid=125&letter=F&search=regalim#329
The Three Pilgrimage Festivals, known as the Shlosha Regalim (שלושה רגלים), are three major festivals in Judaism — Pesach (Passover),Shavuot (Weeks), and Sukkot (Tabernacles) — when the Israelites living
in ancient Israel and Judea would make a pilgrimage to Jerusalem, as commanded by the Torah. In Jerusalem, they would participate in festivities and ritual worship in conjunction with the services of the
kohanim (“priests”) at the Temple in Jerusalem. dasarnya Exodus 23:14-17, Exodus 34:18-23, Deuteronomy 16. Sama seperti orang naik haji, mereka datang ke jerusalem dan memberikan korbanot (qurban).
Selidikilah kebenaran dengan bijak, jangan sampai ternyata kamu telah menghina Nabi Allah, naudzubillah min zalik.
Kenapa ada nabi Musa AS dengan Taurat, lalu ada Nabi Isa (Yesus) AS dengan Injil kemudian ada Nabi Muhammad SAW dengan Al-Quran ? :
Matius 5:17 : “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
Al-Quran surat Ali Imran:3 : “Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur`an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.”
mohon maaf kalau ada salah2 kata, kebenaran milik Allah semata.
mohon maaf atas kemiskinan ilmu saya
terima kasih.
dari situs http://www.obeyhim.co.cc/ dengan tambahan muallaf martin wong

Kamis, 18 Agustus 2011

Gereja di Texas Dijadikan Kelab Seks


Glenn Hudson bermasalah dengan kota Dallas ketika kota tersebut mengklaim menangkap basah dirinya mengoperasikan kelab seks di sebuah bangunan yang berlisensi sebagai gereja. Kelab itu berlokasi di kompleks perindustrian dan bangunannya sendiri memang tidak mempunyai lambang religi di sana. Namun, kelab yang bernama The Playground ini sudah menyalahi aturan dengan tidak memfungsikan dengan semestinya.

Yang paling parah adalah bangunan yang bisa digunakan sebagai tempat ibadah baik bagi orang Kristen, Muslim, ataupun Yahudi ini dijadikan tempat untuk ‘melayani’ orang-orang dewasa, kebanyakan pasangan, yang berharap bisa melakukan aktivitas seks bukan dengan pasangannya. Bangunan yang bernama Harry Hines Boulevard ini ketahuan dipakai menyimpang ketika pihak kepolisian dalam penyamaran menemukan televisi bergambar pornografi, penari tak berbusana ke atas, dan banyak ruang tidur yang tersedia.

Hudson pernah ditahbiskan sebagai pendeta, meskipun kota Dallas mengatakan gelar itu didapatkannya melalui website. Dia sebelumnya pernah ditangkap karena mariyuana dan membawa senjata illegal. Dia masih dalam masa percobaan setelah permohonannya tidak disetujui dalam ketiga tuduhan tersebut.

Bukan hanya itu, minggu lalu dia juga dituduh mendirikan The DarkSide, dimana dia mengklaim sebagai sebuah gereja. Tapi sebenarnya sama seperti The Playground ini. Dengan berkedok agama, Hudson melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji. Sungguh ironis, demi mendapatkan kekayaan ataupun kesenangan duniawi, Tuhan seolah-olah dijual. Dari luar, dia sepertinya menghormati Tuhan dengan mendirikan gereja, tapi di dalam dia menghina-Nya. Kita pun perlu berhati-hati. Kita perlu bertanya pada diri sendiri, apakah benar kita melayani Tuhan ataukah kita mencari kemuliaan diri kita sendiri.


Tuhan Yesus Segera Hadir di Bandara Merauke Papua

Memperingati masuknya Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) ke 105 tahun di Tanah Marind, Keuskupan Agung Merauke, pemerintah Kabupaten dan masyarakat Merauke telah merencanakan pembangunan sebuah patung Hati Kudus Yesus di Bandara Mopah, Merauke sejak tahun lalu.





Dirilis kompas.com, ini pembangunan patung Hati Kudus Yesus setinggi 12 meter di kompleks Bandar Udara Mopah Merauke, Papua sudah mencapai sekitar 50 persen, Senin (1/8/2011). Para pekerja hingga ini bekerja keras merangkai bagian-bagian patung. Ditargetkan, pada 14 Agustus mendatang, patung yang berbahan serat khusus itu sudah bisa diresmikan.

"Peresmian itu bertepatan dengan peringatan 106 tahun masuknya agama Katolik ke Merauke oleh para Misionaris Hati Kudus Yesus," ungkap Pastor Allo Batmyanik MSC, Ketua Pembangunan Patung Hati Kudus Yesus di Merauke.

Harapannya, dengan dibangunnya patung ini, dapat mengingatkan semua umat, sehingga terbentuklah Jati Diri Insan Papua Selatan Katolik Yang Beriman Teguh, Pancasilais, Tanggap dan Mandiri. Untuk itu, panitia akan membangun dua Patung.

Sedangkan patung yang lain, akan dibangun di Kampung Urum dengan ketinggian patung 72 meter. Angka 72 mengingatkan kisah Yesus mengutus 72 orang murid untuk mewartakan Injil dan karya kasihnya sehingga tugas dan tanggujawab gereja. Tugas mereka bukan hanya pada hirarki tetapi juga umat diharapkan terlibat aktif dalam kehidupan gereja.

Source : berbagai sumber - dpt

Bolehkah Gereja Terima Sumbangan Hasil Lotere????


Sebuah gereja di Atlanta menerima tiga tiket lotere sejumlah $ 4.069 selama dua hari pada minggu lalu. Gereja Kesatuan Atlanta Utara, seperti Amerika pada umumnya, sudah memperhatikan tantangan yang dihadapi keadaan ekonomi di sana. Selama penyembahan hari Minggu, Rev Mercedes Guzman memimpin doa yang meminta umatnya untuk menunjukkan kemurahan hati kepada gereja.

“Kita tahu bahwa doa adalah kekuatan indah yang bisa mengubah segalanya. Dan kita melihat apa yang kita dengar sebelumnya,” kata Guzman. Kontributor gereja itu sudah diketahui, namun dia meminta namanya tidak dipublikasikan. Rev. Richard Burdick mengatakan bahwa kontributor itu merupakan jemaat lama di sana dan menyatakan bahwa kemakmuran bisa saja terjadi dalam bentuk yang tak terduga.

Burdick juga mengemukakan bahwa dengan menerima uang lotere dapat membuat pesan yang salah kepada umat Kristen secara umum. “Tuhan menunjukkan dengan caranya yang misterius dan jika ini menyangkut kemurahatian seseorang setelah memenangkan Lotto, maka kita sukarela menerimanya,” katanya. Tapi ini juga bukan berarti gerejanya mendukung setiap orang pergi keluar dan berjudi. “Bagaimanapun juga, sebuah hadiah adalah hadiah.” katanya.

Tentu saja pandangan seperti ini sangat tergantung bagaimana orang memandangnya. Ada yang setuju, ada yang tidak. Bagi yang setuju, tentu merasa yang terbaik adalah mereka tidak pernah menginginkan orang lain untuk berjudi dalam memberi sumbangan. Menurut mereka, uang yang ‘kotor’ dapat dipakai dan disucikan. Sama seperti kita yang kotor, dipakai Tuhan untuk memuliakan-Nya. Tapi bagi yang tidak setuju, tentunya menganggap hal ini secara tak langsung kita sudah mendukung perjudian itu. Apapun pandangan kita, hendaklah semuanya kita serahkan kembali kepada Tuhan, agar searah dengan pandangan-Nya.


Sumpah Paus Benedict XVI : Tentang Adanya Holocaust

Pada tanggal 25 Januari 1904, Theodor Herzl menyempatkan diri bertemu dengan Paus Pius X untuk meminta bantuan Vatikan terhadap perusahaan bisnis hiburan Zionis. Paus mengangkat tangannya, tapi Herzl mengacuhnya, ia tidak menciumnya sama sekali layaknya orang Barat yang selalu melakukan kebiasaan itu pada Paus.



Herzl, bapak modern Zionis, langsung menyatakan pikirannya, dan ternyata tanggapan Paus mengecewakan Herzl. "Kami tak bisa memberi restu gerakan Zionis. Gereja tak akan pernah bisa mengontrolnya. Yahudi tak pernah bisa mengenali Tuhan kami, maka kamipun tak bisa mengenali orang Yahudi."
Untuk bertahun-tahun lamanya, Gereja terus berada dalam sikap seperti ini. Tahun 1965, Second Vatican Council's Nostra Aetate sebagai lembaga tertinggi kedua Vatikan, bahkan menyatakan jika orang Yahudi bertanggung jawab atas kematian Yesus. Pada tahun 1986, John Paul II menjadi Paus pertama di zaman modern yang mengunjungi sinagog, dan dia menyebut Yahudi sebagai "saudara kami tercinta." Dan tahun 1994, Vatikan menjalin hubungan diplomatik dengan negara Yahudi.
Pararel dengan berbagai kemajuan dalam hal ini, namun ada beberapa "hal buruk" yang terjadi. Di akhir tahun 1980an, John Paul II dua kali bertemu dengan Kurt Waldheim. Presiden Austria yang menganut paham fasis Nazi. Gereja kemudian mengirim sekelompok biarawati Carmelite ke Auschwitz. Dan 16 September 1982, Paus John Paul II bertemu dengan Yasser Arafat, jauh sebelum PLO terbentuk. Paus masih bertemu dengan Arafat 10 kali lagi setelah itu.
Benedict XVI adalah yang paling menjengkelkan. Tahun 2005, ia mengecam kekejaman teroris laten dan menyembunyikan kenyataan tewasnya 75 orang Israel pada aksi Intifada kedua. Tahun 2007, Benedict menyingkirkan Paus Pius XII (orang Yahudi menyebutnya sebagai Paus Hitler). Tahun lalu, dia memperkenalkan kembali Tridentine Mass, yang oleh Nostra Aetate telah dianggap kuno. Tridnetine Mass adalah sebuah ritual yang di kalangan Kristen dianggap sebagai rekonsiliasi antara Kristen dan Yahudi. Benedict telah merevisi kalangan konservatif Katolik.
Selama Operation Cast Lead, seorang kardinal senior Vatikan, Renato Martino, menyebut Hamas sebagai "kamp konsentrasi besar". Tapi Desember 1998 terjadi hal yang membuat hubungan Katolik-Yahudi di titik Nadir. Yahudi sama sekali tidak peduli dengan segala isu teologi yang terjadi di gereja jika tidak ada efek buat mereka. Salah seorang uskup yang tergabung dalam Komunitas Paus Pius X, Richard Williamson, menyangkal tragedi Holocaust. Seseorang dalam hirarki Vatikan tak sekalipun menegur Williamson. Sesaat setelah kecaman memuncak, dan Kanselir Jerman Angela Merkel memaksa Benedict untuk membuat penolakan atas pernyataan Williamson akan Holocaust, barulah Benedict yang kelahiran Jerman ini bertindak. Satu-satunya hal baik dari Benedict adalah dia juga menolak Mahmud Ahmadinejad.
Sebagai lambang supremasi kedigjayaan Yahudi, Jerusalem Post menggalang massa menjembatani komunitas Yahudi dan Vatikan, dan membuat Williamson mengakui Nostra Aetate, dan membuatnya mengeluarkan pernyataan bahwa ia mengakui adanya Holocaust. Usaha ini berhasil.
Kamis kemarin, para pemimpin Yahudi seluruh AS bertemu dengan Paus Benedict di Roma. Audiensi ini sebenarnya akan dilangsungkan sebelum kontroversi Williamson. Sekarang, jelas terasa bahwa Paus Benedict ingin menghapus rasa bersalahnya. Sang Paus berkata, "Semua hal yang menyangkal Holocaust sungguh tak bisa ditoleransi. Ini harus menjadi hal jelas bagi siapapun, terutama bagi mereka yang berdiri di balik tradisi Injil." Dia kemudian menambahkan, kata demi kata, bahwa Paus John Paul ketika mengunjungi Tembok Barat tahun 2000 meminta agar orang Yahudi memaafkan umat Kristen yang telah memenjarakan mereka selama berabad-abad lamanya. "Sekarang saya mengatakannya langsung."
Yahudi tentu menyambut niat baik Paus. Dalam tradisi Yahudi, seperti yang diketahui oleh Paus, pengampunan menuntut bukan hanya pengakuan, tapi juga penghentian.

Skandal Seks dan Dosa Paus Benediktus XVI (bagian 3)

Konspirasi.com,- Dalam tulisan terdahulu dijelaskan bagaimana Paus Benediktus XVI yang ketika itu masih menjabat sebagai Kardinal, dengan licinnya berhasil menutupi skandal seks gereja. Sikapnya tak berubah, ketika skandal seks itu kembali terbongkar dan menuai cibiran ke Gereja Katolik. Paus Benediktus XVI tetap melakukan pembelaan dan seolah skandal seks yang sudah berulang kali membuat geger dunia itu cuma masalah sepele. Tapi kali ini, mampukah Paus menyelamatkan citra Vatikan?

Dosa Gereja Atau Dosa Pelayan Gereja?
Kali ini, Paus jarang memberikan komentar atau wawancara terkait skandal seks gereja yang kembali terbongkar. Pernyataan-pernyataannya hanya dikutip dari khutbah-khutbahnya, doa-doa dan naskah deklarasinya yang dikutip dengan hati-hati. Para pengamat Vatikan memduga, Paus sudah menyiapkan pandangan-pandangannya atas skandal seks Gereja Katolik yang menjadi buah bibir masyarakat dunia itu, yang akan disampaikannya dalam perayaan Palm Sunday (perayaan atas masuknya Yesus ke Yerusalem sebelum kematian dan kebangkitannya kembali-red) tahun ini, dengan menyerukan agar umat Kristiani untuk tetap teguh dan tidak terintimidasi dengan apa yang disebutnya “chiacchiericcio”–gosip kecil– yang “menodimasi opini-opini yang muncul.”
Tapi sepanjang pekan suci dalam kalender Kritiani, sulit dipungkiri bahwa krisis yang ditimbulkan oleh skandal seks gereja telah mencoreng muka Paus. Sejumlah pejabat Vatikan menyebutnya sebagai sebuah “kepedihan” sama seperti kepedihan yang diderita Yesus saat disalib. Wajah Paus nampak lebih tua dan suram meski dibalut dengan kemegahan gereja St. Petrus, Basilica. Tak nampak wajah Paus yang penuh semangat seperti biasanya. Usai Paskah, ketika belum juga ada tanda-tanda pemberitaan skandal seks gereja yang dilakukan para pendeta terhadap anak-anak, akan berakhir, para “pengawal gereja” yang memilih untuk bersikap agresif; menyalahkan media massa, para penganut atheis, kelompok homo seksual dan para pengacara yang “rakus uang” karena dianggap telah mengeksploitasi skandal seks tersebut. Tapi itu semua tidak terlalu banyak mendapatkan simpati dari masyarakat atau mengubah opini yang terlanjur muncul bahwa kepausan Paus Benediktus XVI sudah hancur untuk selamanya.
Selama krisis itu pula, kepausan sudah mengambil langkah-langkah yang luar biasa–melakukan manuver cepat untuk kepentingan lembaga yang sudah berusia 2.000 tahun dan kini dipimpin oleh seorang teolog yang sedang merasa malu. Pada pertengahan April, Paus Benediktus–menurut sejumlah laporan–melakukan pertemuan tertutup dan “penuh derai air mata” dengan para korban pelecehan seks di Malta; dan pada saat yang hampir bersamaan, Paus menjadi “tukang bersih-bersih rumah” dengan menerima pengunduran diri sejumlah uskup–satu orang uskup karena terlibat pelecehan seks dan uskup lainnya yang merasa bersalah dalam menangani kasus-kasus pelecehan itu. Tahta Suci Vatikan juga mengumumkan bahwa Legiun Kristus kini langsung berada di bawah kontrol Vatikan. Banyak pejabat di Vatikan yang mengungkapkan pada para wartawan, tentang bagaimana “penderitaan” gereja akibat skandal seks tersebut.
Pada bulan Mei, dalam perjalanan ke tempat suci “Lady of Fatima” di Portugal, di atas pesawat, Paus menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan yang sudah lebih dulu ditulis dan diserahkan ke Paus. Meski ia bicara dengan gaya seorang gerejawi, dari pernyataannya jelas tertangkap apa yang ingin ditegaskan Paus.
“Penganiayaan terbesar pada gereja bukan berasal dari musuh-musuh di luar gereja, tapi lahir dari dosa-dosa di dalam gereja. Oleh sebab itu, gereja perlu melakukan pertobatan yang lebih dalam lagi, untuk menerima pemurnian,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa rasa keadilan tidak akan tergantikan dengan pemberian maaf bagi para pelaku, meski melupakan dosa-dosa adalah ajaran bagi umat Kristiani.
Pernyataan Paus yang menyinggung kata “keadilan” nampaknya mengindikasikan adanya perubahan sikap di Roma. Tapi apakah Paus Benediktus benar-benar akan memualai untuk membuat terobosan dalam hierarki gereja yang selama puluhan tahun selalu menutupi skandal-skandal seks gereja? atau pernyataannya itu hanya sebagai strategi public relation gereja?
Konsep keadilan dan penebusan dosa melibatkan jawaban pada Tuhan, manusia atau keduanya. Pada siapa Paus akan menjawab? Pada masa lalu, Ratzinger bersikap ambivalen terhadap tradisi penebusan dosa kepausan. Hari Pengampunan Dosa yang spektakuler pada tahun 2000 merupakan ide Paus Paulus II dan Ratzinger, sebagai prajurit harus mematuhinya. Jalannya ritual resmi pengampunan dosa–seluruh dokumennya hampir seluruhnya atas persetujuan Ratzinger–berusaha ditampilkan untuk menampilkan dua sisi; pengakuan dosa pada Tuhan yang dilakukan oleh Paus dan pengakuan dosa di hadapan manusia, dimana umat Kristiani tidak bisa bersembunyi dari tanggung jawab itu. Sejauh ini, terlihat seperti pertobatan. Tapi pernyataan Paus dalam perjalan ke tempat suci Fatima bulan Mei kemarin, menunjukkan seberapa jauh Paus mengekspos tanggung jawab institusinya. Paus membebankan kesalahan pada gereja dan bukan pada pelayan-pelayan (uskup, pendeta) gereja.
Di sinilah titik kritisnya. Dosa konsekuensinya menyangkut pada hal-hal Ilahiah, perbuatan kriminal berurusan dalam lingkup hakim-hakim manusia, hukum dan pengadilan, penjara, penghinaan publik dan hilangnya harta benda. Mungkin tidak jadi masalah jika kejahatannya terjadi jauh pada masa lalu dan korban-korbannya sudah meninggal. Tapi kasus-kasus pedofilia yang terbongkar baru-baru ini melibatkan orang-orang yang masih hidup dan menuntut ganti rugi. McDaid, salah satu korban pedofilia asal Massachusetts mengatakan, tidak seperti di masa lalu yang selalu bereaksi lambat, belakangan ini gereja bereaksi cukup cepat. “Tapi itu semua karena semua orang di gereja dalam ketakutan. Masalah ini tidak akan berlalu hanya dengan bantahan-bantahan,” ujar McDaid.
Lalu, apa yang akan dikatatakan Paus Benediktus XVI selanjutnya? Sejumlah pejabat di Vatikan menyampaikan gagasannya bahwa Paus Paulus bisa memberikan mea culpa pada saat konvensi di Rome bulan awal Juni. “Harapan kembali muncul bahwa Paus akan mengatakan sesuatu, yang paling tidak bisa mengatasi semua persoalan ini,” kata seorang sumber di Vatikan. Tapi kelihatannya Paus tidak memikirkan kemungkinan itu. Ada perbedaan suara dalam Gereja Vatikan
“Puluhan ribu imam suci yang baik, berusaha melakukan yang terbaik, akan datang ke Roma. Jika pesan konvensi itu tenga pelecehan seksual, maka seperti kata pepatah, bahwa ini pada akhirnya semua ini adalah kesalahan Anda (Paus). Tapi jika ia ingin menyatukan para uskup dunia dalam mea culpa, ini mungkin lebih masuk akal,” kata seorang sumber di Vatikan.
Seorang yang mengaku loyal dengan Paus Benediktus mengakui bahwa ia ragu Paus bisa mempertahankan kekuasaan gereja di masa pemerintahannya sebagai Paus. Biar bagaimanapun juga, menuntut akuntabilitas dari sebuah budaya yang kerap menyembunyikan “kejahatan” sama artinya mengkhianati warisan pahlawan dan “sahabat besar” Paus Benediktus, Paus Paulus II meski ia cenderung cuma jadi penonton kasus-kasus pelecehan seksual dan mengabaikan para korban pelecehan hingga kasus ini meledak menjadi skandal memalukan pada tahun 2002.
Bahkan jika Paus Benediktus mendesak Kuria untuk lebih terbuka, ia kemungkinan tidak akan sejalan dengan banyak penganut Katolik. Meski gereja Vatikan dikelola dengan sistem atas ke bawah, gereja-gereja Katolik saat ini memiliki pengharapan akan sebuah umat yang taat dibandingkan sebuah kelompok penganut yang patuh. Ribuan korban pelecehan dan keluarga mareka rencananya akan berkumpul di Roma pada bulan Oktober untuk menghadiri apa yang mereka nyatakan sebagai “Hari Reformasi”, sebuah tuntutan agar Vatikan segera bertindak atas kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi. Salah satu penggagas dan kordinator kegiatan itu adalah McDaid yang pernah bertemu Paus di Washington pada tahun 2008. Ia menyerukan aksi jalan kaki ke Gereja Santo Pterus di Roma dan sebuah gerakan demokrasi yang luas untuk mentransformasikan Roma. “Gereka ini gereja umat, kita harus merebutnya kembali,” kata McDaid yang mengklaim gerakan reformasi gereja yang digagasnya akan lebih besar daripada gerakan reformasi yang dipimpin Martun Luther.

Refomasi Gereja Katolik, Mungkinkah?
Kata “reformasi” adalah kata yang sensitif bagi Gereja Katolik, karena sama artinya mengikis sejarah kejayaan gereja. Lalu, bisakah gereja benar-benar mereformasi institusinya? Profesor bidang teologi di Milltown Institute, Dublin, Pendeta Thomas Whelan menyatakan, reformasi gereja yang sangat sentralistik (sangat terikat dengan manajemen di Roma)ini sudah menjadi wacana sejak akhir abad ke-19. Skandal pedofilia para pendeta gereja menjadi pukulan keras bagi otokrasi gereja. Jika gereja tidak segera membersihkan diri, konsekuensinya akan mengerikan. Skandal ini, telah membuat gereja-gereja di Irlandia jadi sepi jamaah. Hal yang sama terjadi Jerman, Austria dan beberapa negara Eropa.
“Kenangan akan skandal seks ini akan terus menghantui sejarah gereja,” ujar Whelan.
Bagi kalangan liberal, krisis gereja Katolik akibat skandal seks merupakan kesempatan untuk mempertanyakan kembali berbagai disiplin dan dogma Gereja Katolik, misalnya tentang aturan hidup membujang di kalangan agamawan Katolik dan pandanga-pandangan gereja tentang seks, peran kaum peremuan dan sikap gereja Katolik terhadap homoseksual. Kelompok lainnya berpendapat, otoritas keuskupan dan Paus harus dijalankan dengan penuh ketaatan. Tapi kalangan Konservatif melihat krisis yang dialami Gereja Katolik sebagai peluang untuk memperkuat kritik mereka terhadap kecabulan dan seks bebas budaya modern dan menekankan pentingnya kembali ke budaya tradisional dan ajaran agama Katolik seperti yang tertulis dalam Alkitab. (eramuslim)

Skandal Seks dan Dosa Paus Benediktus XVI (Bagian 2)

Konspirasi.com,- Dalam bagian pertama tulisan ini dijelaskan bagaimana Paus Benediktus XVI mencoba menyelamat citra Gereja Katolik yang tercoreng. lagi-lagi karena kasus kekerasan dan pedofilia yang dilakukan sejumlah pendeta di balik dinding gereja. Paus ternyata tidak mampu menunjukkan sikap tegasnya terhadap pendeta yang memiliki perilaku menyimpang, bahkan sejak ia masih menjadi kardinal di Munich, kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan para pendeta dianggapnya bukan masalah serius.
Ketika Gereja Menjadi Negara
Fakta bahwa skandal pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pendeta Katolik sudah berlangsung sejak berpuluh-puluh tahun lalu, tak terbantahkan. “Yang menyedihkan, banyak penyelesaian kasus-kasus pelecehan seksual yang memakan waktu lama,” kata “orang dalam” Vatikan yang tidak mau disebut namanya. Pertanyaannya, mengapa Gereja Katolik tidak melaporkan saja para pendeta yang dituduh melakukan tindak kriminal itu ke aparat hukum sipil?
Tapi para pejabat Gereja membela diri dengan mengatakan bahwa semua kejahatan yang dituduhkan pada Gereja, sebenarnya adalah bagian dari persoalan sosial di masyarakat, dimana jarang sekali ada tuntutan terhadap kasus-kasus pelecehan seksual pada anak-anak.
Apapun pembelaan yang dilontarkan Gereja, realitas menunjukkan bahwa Gereja cenderung menutupi skandal-skandal seks yang terjadi di paroki-parokinya dan di panti-panti asuhan dimana anak-anak dipercayakan diasuh oleh Gereja. Dan tidak ada yang memiliki kecenderungan sistemik seperti itu, selain Gereja. Gereja betul-betul menghindari otoritas sipil, bahkan saat ini, ketika tekanan pada Vatikan begitu besar agar menyerahkan saja pendeta-pendeta bermasalah ke pengadilan sipil dan bukan pengadilan Gereja. Tapi sebagian pejabat Vatikan tetap bersikeras memegang teguh etos kuno Gereja Katolik.
Awal April kemarin, Uskup Agung yang dikenal eksentris, Dadeus Grings dari Porto Alegre, Brazil, pada surat kabar O Globo mengatakan, bahwa skandal seks para pendeta adalah masalah internal Gereja, bukan sesuatu yang harus dilaporkan ke polisi. “Akan terlihat aneh jika Gereja datang ke kantor polisi dan melaporkan anak sendiri,” kata Grings memberi perumpamaan.
Pola pikir macam Grings sudah berurat akar dalam sejarah Gereja. Gereja memiliki hak prerogatif yang melampaui batas teritorialnya sejak berabad-abad yang lalu. Gereja Katolik mengklaim sebagai wakil Yesus Kristus di dunia, sebuah otoritas yang sangat berkuasa dan tidak mungkin berdosa, karena menjadi penerus Sang Juru Selamat. Para pejabat Gereja akan selalu memegang teguh doktrin, bahwa menjaga kekuasaan gereja, kesucian Paus tidak bisa hanya menciptakan “Kota Tuhan”, tapi gereja juga harus punya kekuasaan di bumi, karenanya Gereja harus dilengkapi dengan divisi militer. Selanjutnya, Gereka paling tidak harus memegang kekuasaan pemerintahan sekuler. Gereja harus menjadi sebuah negara.
Ambisi Gereja itu menjadi begitu penting karena otoritas sekuler negara-negara yang berada di bawah kepausan di Italia, terus dilucuti oleh kerajaan Perancis dan Spanyol, Napoleon dan Garibaldi, Mussolini dan Hitler. Sejarawan bernama Melloni menyatakan bahwa Kepausan berhasil memanfaatkan situasi saat posisi Gereja lemah, untuk menarik simpati dari kalangan masyarakat yang masih beriman. Gereja menempatkan dirinya seolah-olah sebagai korban dan menyalahkan pihak lain yang dianggap telah menggerogoti kekuasaan Gereja.
“Taktik Gereja itulah yang menimbulkan kembali sikap penghormatan kepada Paus,” kata Melloni.
Taktik itu merupakan warisan selama 32 tahun kekuasaan Giovanni Maria Mastai-Ferretti, Paus Pius IX, tokoh yang pertama kali menggelar Konsili Dewan Gereja Vatikan yang pertama pada tahun 1869, yang mengakui kegagalan Gereja dan para tersangka yang dianggap bersalah dalam kegagalan itu mayoritas adalah para uskup. Selanjutnya, kekuasaan Gereja menjadi lebih terpusat dan mendominasi, dengan mengatasnamakan ketataaan pada kekuasaan Ilahi yang mutlak, birokrasi Vatikan dan Kuria Romawi. Bahkan ketika Paus kehilangan para divisinya, kerajaan Kristus yang berbasis di Roma membangun sebuah pemerintahan untuk menyaingi otoritas sipil di negara-negara dimana para pemuka agamanya bekerja hanya untuk melayani umat penganut agamanya. Gereja dan Katedral menjadi wakil Tuhan dan “utusannya” yaitu Paus, di negara-negara sekuler.
Dalam sistem seperti ini, setiap kecurigaan tentang perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pendeta atau biarawati secara naluriah akan dilaporkan ke rantai komando gereja daripada dan bukan ke kantor kejaksaan-tindakan yang menurut Gereja dilarang oleh Tuhan. Kebijakan yang diberlakukan sampai ke tingkat paroki ini, dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan Gereja, menghindari skandal dan untuk menjaga nama baik Geereja dengan cara apapun-kecenderungan ini makin buruk oleh kenyataan bahwa lembaga tinggi Gereja dijalankan oleh kumpulan lelaki yang berpengalaman dalam melakukan kecurangan. Pada kasus pedofilia, itu artinya yang diutamakan adalah kepentingan gereja dan para pendetanya, bukan kesejahteraan anak-anak yang dipercayakan diasuh oleh Gereja.
Menurut sumber Vatikan yang mengaku loyal kepada Paus, sebagai Kardinal Ratzinger, Paus tahu bagaimana bertindak dalam lingkungan Kuria berbahasa Italia, Bizantium, begitu ia tiba dari Jerman ke Roma pada tahun 1981. Dalam situasi dimana Paus Yohanes Paulus II ketika itu, tidak tertarik dalam masalah administrasi dan sering jauh dari kantor pusatnya di Vatikan, Ratzinger menjadi salah satu dari sedikit Kardinal yang saling bersaing untuk memberikan pengaruh terhadap pengelolaan Gereja. Ia terus mencari reputasi dalam pengambil keputusan yang penting dan prinsipil terutama dalam doktrin Gereja yang menjadi bidangnya, meskipun ia kurang transparan ketika menyangkut laporan memalukan terkait pelecehan seksual yang dilakukan oleh oleh para pendeta dan uskup. Tapi, kata seorang pengamat kawakan Vatikan, Ratzinger “tahu tempatnya berada dengan baik dan melihat banyak pisau panjang” dan dia tampaknya memilih bertempur dengan hati-hati.
Pada tahun 1995, Ratzinger berhasil memaksa pemecatan Kardinal Hans Hermann GroËr sebagai sebagai Uskup Agung di Wina. Tapi menurut surat kabar New York Times, Ratzinger melakukan itu tanpa perjuangan misalnya dengan membentuk tim komisi pencari fakta untuk menyelidiki kasus penganiayaan anak-anak yang dituduhkan pada GroËr. Ratzinger mengambil keuntungan dari situasi itu, setelah kasus penganiayaan itu berhasil diblokir–sehingga tidak menjadi pemberitaan panas–oleh sekretaris pribadi Yohanes Paulus II, Stanislaw Dziwisz (sekarang Uskup Agung Krakow) dan Menteri Luar Negeri Vatikan yang sangat kuar pengaruhnya, Kardinal Angelo Sodano (sekarang dekan di College of Cardinals). Ratzinger, akhirnya bisa menyaksikan mahasiswa dan sekaligus temannya Christoph SchÖnborn berhasil menggantikan GroËr sebagai Uskup Agung Wina.
Dikenal sebagai orang yang efisien, Ratzinger ternyata berpandangan picik. Dalam satu hal, ia bertekad untuk mempertahankan sumber daya manusia, yaitu para kardinal yang jumlahnya makin sedikit daripada menegakkan keadilan. Dalam kasus yang diungkap Associated Press bulan April kemarin, seorang pendeta yang merupakan anak hasil selingkuh, minta dipecat . Uskup lokal di Oakland, California, berulang kali mengirimkan surat ke kantor Ratzinger di Roma untuk membereskan prosedur permintaan pemecatan itu. Kasus ini diproses sangat lama, sampai pada tahun 1985 datang surat yang ditandatangani Kardinal yang isinya mengingatkan keuskupan Oakland ” untuk mempertimbangkan kepentingan Gereja Universal” dan menunda permintaan pemecatan pendeta dengan alasan pendeta yang minta dipecat itu “masih berusia muda.”
Para pembela Benediktus XVI beranggapan, bagaimanapun juga tidak adil jika Paus Benediktus diseret ke tengah skandal yang dilakukan para pendeta dan uskup Gereka Katolik. Sebelum terpilih menjadi Paus, Ratzinger dinilai berjasa dalam mengatasi krisis yang dialami Gereja sementara rekan-rekannya sesama Kardinal masih berusaha membersihkan Gereja dari aneka tuduhan. Memang, kebijakan Ratzinger, terutama setelah kantornya ditugaskan untuk mengawasi kasus-kasus besar pada tahun 2001, telah memberikan kontribusi sehingga ada penurunan jumlah kasus-kasus baru pelecehan seksual oleh para pendeta. Beberapa saat sebelum ia terpilih sebagai Paus, dalam khotbah Jumat Agung tahun 2005, Kardinal menegaskan tentang kebutuhan untuk “membersihkan kotoran” di kalangan pejabat gereja.
Begitu resmi diangkat sebagai Paus, dengan cepat Benediktus mengasingkan Pendeta Marcial Maciel Degollado ke sebuah biara dan disana ia hidup dalam penebusan dosa. Degodallo adalah orang yang cukup berpengaruh dan salah satu pendiri Legiun Kristus di Meksiko. Pendeta itu sudah lama mendapat perlindungan dari para pejabat Gereja, termasuk Yohanes Paulus II, terkait dengan sejumlah tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Pendeta Degollado.
Tiindakan Paus yang paling diingat orang adalah, ketika ia berkunjung ke Amerika Serikat pada tahun 2008. Di AS Benediktus bertemu lima korban pelecehan seks yang dilakukan oleh pendeta di kedutaan besar Vatikan di Washington, sebuah pertemuan yang tak terduga dan lolos dari lpitan pers karena pertemuan dilakukan tanpa pemberitahuan, Peristiwa ini menunjukkan betapa berkuasanya Kepausan Benediktus, dan peristiwa itu terulang lagi dalam kunjungan Paus ke Australia dan Malta bulan April kemarin.
Tapi pada bulan Maret 2010, sejumlah wartawan Jerman berhasil mengungkap catatan yang mengancam reputasi Paus Benediktus. Catatan itu membeberkan bahwa pada tahun 1980 di Munich, Ratzinger–yang kemudian menjadi uskup agung–secara pribadi mengesahkan mutasi seorang pendeta yang berperilaku kejam, Peter Hullermann, dari Jerman ke keuskupannya dengan dalih untuk menjalani terapi. Tapi hanya beberapa hari setelah kedatangannya, pendeta itu diizinkan untuk melayani jamaah.
Hullermann sendiri, di kemudian hari, tepatnya tahun 1986, tersangkut sejumlah pelecehan seksual. Atas kasus Ratzinger-Hullermann, Vatikan menegaskan bahwa, seperti Uskup Agung lainnya, Ratzinger tidak bertanggung jawab atas penugasan para pendeta di paroki, termasuk para pendeta yang memiliki sejarah melakukan pelecehan dan penganiayaan terhadap anak-anak. Namun Ratzinger adalah bintang yang bersinar – seorang filsuf yang religius dan brilian – telah mengambil posisi di jalur administrasi dan tinggal selangkah lagi melangkah ke Vatikan. Akhirnya tahun 1981, Ratzinger ditugaskan kembali ke Roma untuk bekerja di Gereja Vatikan.
Reputasi Ratzinger sebagai orang yang detail, membuat banyak orang sulit percaya bahwa Ratzinger tidak tahu apa-apa tentang Hullermann yang melakukan pelayanan Gereja, padahal pendeta itu bermasalah.. Paus tidak pernah menjelaslkan kasus ini secara eksplisit selama masa tugasnya. Tapi kalau dia hruas memuaskan para korban dan keluarga korban, ia harus melakukannya satu hari nanti.. Namun kenyataannya, seorang korban pelecehan seksual bernama Home yang bertemu Benediktus di Washington tahun 2008, mengatakan bahwa Benediktus menampakkan sikap yang terkejut sama sekali mendengar pengakuan korban.
Pada kesempatan itu, Home menuntut pertanggungjawaban penuh Vatikan atas kasus-kasus pelecehan seksual di masa lalu. Ia menegaskan bahwa dirinya bersama para korban lainnya tidak punya kepentingan untuk menumbangkan kekuasaan Benediktus. “Kami sedang meminta tanggung jawab moral dari Gereja,” ujar Home. (eramuslim))

Skandal Seks dan Dosa Paus Benediktus XVI (Bagian ke 1)

Konspirasi.com,- Mencuatnya skandal seks para pendeta Katolik, mencoreng muka Vatikan, sebagai instutusi keagamaan tertinggi umat Katolik. Sikap Paus Benediktus XVI atas skandal memalukan ini membuat umat Katolik kecewa dan membuat banyak orang makin tidak percaya dengan institusi gereja. Alih-alih menghukum pelakunya, Paus Benediktus malah menyelenggarakan pengakuan dan pengampunan dosa bagi para pelakunya. Inikah awal kehancuran Gereja Katolik Roma?



Sejak Awal Menolak Bertanggung Jawab
Bagaimana seseorang menebus dosa atas sesuatu hal yang mengerikan, seperti Inkuisisi (pengadilan oleh Gereja Katolik Roma)? Joseph Ratzinger, seorang Kardinal asal Jerman mencoba melakukan hal itu untuk Gereja Katolik Roma dalam upacara megah penebusan dosa yang digelar Vatikan, disebut Hari Pengampunan yang diselenggarakan pada tanggal 12 Maret 2000. Ritual yang dipimpin langsung oleh Paus Yohanes Paulus II bertujuan untuk memurnikan sejarah gereja dan kurun waktu dua milenium ini. Di hadapan sebuah salib kayu- salib keramat yang selalu berhasil diselamatkan dalam setiap peristiwa pengepungan Roma sejak abad ke-15- para Kardinal dan uskup berdiri untuk mengakui dosa-dosa yang pernah mereka lakukan terhadap berbagai etnis di masyarakat, pada kaum perempuan, orang-orang Yahudi, pada kebudayaan masyarakat minoritas, sesama orang Kristen lainnya dan pada agama. Ratzinger merupakan pilihan yang tepat untuk mewakili Kantor Kudus Inkuisisi yang mengerikan: Ia, ketika itu mengepalai kantor Kongregasi Doktrin Keimanan, yang bersejarah itu. Ketika gilirannya pengampunan dosanya tiba, Ratzinger yang dikenal sebagai teolog terkemuka gereja, mengucapkan sebuah doa pendek, “Bahkan orang-orang gereja, atas nama iman dan moral, kadang-kadang menggunakan metode tidak sesuai dengan Injil dalam tugas mulia membela kebenaran. “
Jika orang yang mendengarnya meraka adanya kata-kata yang bertentangan, maka ia akan memahami kesulitan yang sedang dihadapi Ratzinger-sekarang Paus Benediktus XVI-dalam memipin Gereja Katolik untuk benar-benar menghapus noda hitam dari sekian noda hitam yang pernah terjadi di Gereja Katolik yaitu kasus-kasus yang menyangkut perilaku yang tidak pantas yang dilakukan para pendeta pada anak-anak dan ditutup-tutupi oleh para uskup gereja. Dan ketika seorang Kardinal yang memiliki jabatan di gereja melontarkan spekulasi pada publik bahwa Benediktus akan menyampaikan “mea culpa” (pengakuan bahwa sesuatu yang buruk terjadi karena kesalahannya) pada awal Juni, menurutnya, kata-kata maaf yang akan disampaikan–jika memang hal yang buruk itu memang terbukti–akan sangat dibatasi oleh persoalan teologi, sejarah dan orang-orang yang sangat dekat dengan kantor kepausan. Pernyataan itu, masih kata sumber Kardinal tadi, kemungkinan tidak akan memuaskan para pengikut Benediktus yang menginginkan pertanggungjawaban yang lebih modern, bukan hanya sekedar pernyataan yang tidak ada gaungnya dengan berlindung dibalik filosofi agama yang misterius. Olan Home, 50, salah satu orang yang menjadi korban pelecehan yang dilakukan pendeta Kristen di Amerika pada masa anal-anak mengatakan, “Seseorang mengatakan pada saya, jika gereja selamat dari inkuisis, maka gereja akan tetap bertahan. Tapi masa lalu berbeda dengan masa sekarang. Saat ini ini, dunia modern menutup mata dan telinganya terkait persoalan-persoalan besar yang terjadi di Gereja Katolik.”
Gereja mengalami krisis yang rumit oleh fakta bahwa pada tahun 1980, sebagai Uskup Agung Munich, Ratzinger namapkanya telah melakukan kesalahan dengan menugaskan seorang pendeta yang dicurigai terlibat kasus pedofilia, yang berada di bawah tanggung jawabnya. Terungkapnya kasus ini—yang menjadi pertanyaan bagaimana Ratzinger, sebagai pejabat Vatikan akan melakukan pengawasan selanjutnya–memicu pengalihan perhatian atas berbagai skandal nasional ke isu epik dan ujian eksistensi gereja yang universal, ujian bagi para pemimpinnya dan pada saat yang sama ujian bagi ajaran agama itu sendiri. Kenyataan ini mengandaskan ambisi Benediktus untuk megembalikan lagi kejayaan evangelis di kota-kota Eropa, sebuah imperium kekristenan seperti di masa lalu. Selama dua bulan terakhir, Paus telah menimbulkan pergeseran Tahta Suci, dari sikap diam dan pengingkaran menjadi terpanggil untuk menghadapi musuh dari dalam gereja. Meski demikian, rasanya tetap ada bagian yang hilang, terkait tudingan bahwa Bapa Suci terlibat dalam skandal itu. Mampukah Paus, sosok yang menjadi lambang masih hidupnya ajaran Injil kuno dan pemimpin spiritual 1,2 miliar umat Katolik dunia ini , menebus dosa-dosanya di hadapan publik tanpa harus kehilangan sifat kepausan yang tak terkalahkan dari sisi teologi?
Tanpa menyinggung krisis yang terjadi, di hadapan jamaahnya di Lapangan Santo Petrus pada tanggal 26 Mei, Benediktus mengatakan “Bahkan seorang Paus tidak dapat melakukan apa yang ia inginkan. Sebaliknya, Paus adalah penjaga ketaatan kepada Kristus, kepada firman-Nya.”
Benediktus tampaknya sudah memahami apa taruhannya. Alberto Melloni, seorang sejarawan gereja di Universitas Modena mengatakan, para pemegang kekuasaan lainnya di Vatikan optimis gereja bisa menanggulangi “badai” yang menerpa gereja. “Mereka tidak menyadari kepahitan yang mendalam dari semua keyakinan yang ada, yaitu isolasi yang akan dialami para pemuka gereja. Kita tidak bisa memprediksi akhir dari semua krisis ini,” ujar Melloni. Pada Time, seorang pejabat senior Vatikan memprediksi akan adanya konsekuensi besar bagi seluruh gereja. “Sejarah sudah sampai pada episode yang penting. Kami sedang menghadapi salah satu dari masa-masa itu, sekarang,” ujar sumber tadi.
Lembaran Hitam Gereja
Pada akhirnya, ujian bagi gereja bukan tentang doktrin atau dogma, bahkan bukan tentang kata-kata yang akan diucapkan dalam “mea culpa” dan pengunduran diri atau tuntutan terhadap para wali gereja. Tapi ujian itu adalh suara tangisan anak-anak akhirnya terdengar keluar, lama setelah masa kecil mereka. Dengarlah penuturan Bernie McDaid yang membuat jamaah di Lapangan Santo Petrus bergetar.
“Dia meraih tubuh saya, menggelitik dan bergulat seperti yang saya lakukan dengan ayah saya, dan awalnya saya pikir ini menyenangkan,” kata McDaid yang menurut imam parokinya, McDaid menghabiskan masa kecil dan remajanya di Salem.
“Tapi kemudian ada yang berubah … Dia mulai memegang kemaluan saya. Saya merasa dia menggosok-gosokan dirinya ke tubuh saya dari belakang … Saya sangat takut … Aku tahu ini salah. Saya memandang keluar jendela. Aku mulai berdoa,” tutur McDaid.
Menurutnya, kejadian itu terjadi lagi dan lagi selama tiga tahun. Ibu McDaid yang saleh, tidak tahu apa-apa dan selalu senang jika pendeta datang ke rumah untuk menjemput putranya untuk bergabung bersama anak-anak lelaki lainnya pergi tamasya ke pantai. McDaid baru berusia 11 tahun ketika pelecehan itu dalaminyai. McDaid, yang sekarang berusia 54 tahun ingat bahwa anak terakhir yang keluar dari mobil pendeta yang akan jadi korban pelecehan seksual. McDaid akhirnya bicara kepada ayahnya, yang kemudian membawanya kepada imam di kota tetangga untuk melaporkan apa yang terjadi.
“Kami menunggu selama berbulan-bulan. Lalu ada rotasi para pendeta. Dia (pendeta pelaku pelecehan) pergi,. Tapi gereja membuat pendeta itu tampak seperti orang penting. Kepindahannya dirayakan dengan kue dan es krim,” ujar McDaid yang akhirnya dalam kebisuan, menyimpan sendiri rasa malu akibat perbuatan Pastor Joseph Birmingham yang setelah itu diketahui masih terus melakukan pelecehan seksual pada anak-anak di tiga paroki di wilayah Boston, sampai ia meninggal pada tahun 1989.
“Ada sistem yang diyakini,” kata McDaid, “bahwa para pendeta, uskup dan Paus adalah orang-orang yang selalu benar. Manusia memberi mereka kekuasaan karena kekuasaan itu seharusnya menjadi sumber kebaikan .. sebuah kekuasaan Allah. Sekarang, banyak orang setengah napas … Mereka tidak tahu di mana akan menempatkan iman mereka. Apa yang harus saya lakukan saat berdoa?”
Injil Markus menetapkan nasib mereka yang menganiaya anak-anak, “Dan siapa pun yang membahayakan anak-anak yang beriman kepadaku, adalah lebih baik bagi orang itu digantungkan batu pada lehernya dan dilemparkan ke dalam laut. ” Namun peringatan keras dalam Injil itu tidak terlihat dalam respon gereja terhadap kejahatan seksual yang dilakukan para pendetanya. Selama bertahun-tahun, para pemuka gereja yang menyinggung masalah pelecehan seksual ini, hanya berakhir dalam kebisuan.
Saat ini Vatikan tampak menghimbau para uskup mulai dari dari India sampai Italia untuk segera melimphakan kasus-kasus baru kepada otoritas sipil. Tapi bagaimana dengan ketidakadilan yang terjadi pada masa lalu? Mea culpa akan dimulai dan Benediktus memiliki draft tentang apa saja yang harus dikerjakan; mulai dari menulis surat kepada umat Katolik di Irlandia pada tanggal 19 Maret, setelah terungkapnya skandal seks yang telah melemahkan institusi gereja di sana.
“Anda telah sangat menderita dan saya benar-benar menyesal,” tulis Benediktus. “Saya tahu bahwa tidak ada yang kesalahan seperti yang kalian alami. Kepercayaan yang kalian berikan telah dikhianati dan martabat kalian telah dilanggar … Banyak di antara kalian menyaksikan bahwa ketika kalian cukup berani untuk berbicara tentang apa yang terjadi pada kalian, tidak ada yang mau mendengarkan .. Bisa dimengerti jika kalian merasa sulit untuk memaafkan atau berdamai dengan gereja. Atas nama gereja , aku secara terbuka menyatakan rasa malu dan penyesalan atas semua kita semua rasakan. “
Kata-kata itu begitu menyentuh dan untuk beberapa umat Katolik, mungkin sudah cukup mendengar Paus menyatakan penyesalan dengan cara ini. Tapi Benediktus juga bicara tentang penebusan dosa. Dalam istilah gereja, sakramen pengampunan dosa melibatkan pengakuan dan kemudian memaafan seluruh dosa orang yang melakukan dosa. Tapi penebusan dosa macam apa yang akan dilakukan seorang Paus yang dengan tangannya telah menimbulkan kontroversi? Di sinilah letak persoalan teologi yang rumit.
Krisis Gereja Katolik terus memanas pada bulan Maret sampai April, banyak orang di Vatikan khawatir krisis itu akan membawa dampak buruk magisterium kepausan-yang menyangkut sejarah, otoritas kumulatif dan otoritas tertinggi pada sosok Paus untuk mengajarkan dan memberitakan firman-firman Allah. Para pejabat Vatikan khawatir bahwa “mea culpa” akan melemahkan institusi kepausan yang tak terpisahkan dengan kemampuan kepausan dalam merefleksikan kekuatannya pada dunia, di sepanjang sejarahnya. Mulai dari tindakan mempermalukan Kaisar Romawi yang Suci Henry IV di Canossa pada abad ke-11 sampai melecehkan kekuasaan Soviet di Polandia pada abad ke-20. Sikap itu memainkan peran penting dalam doktrin infalibilitas kepausan, yang menyatakan bahwa Paus tidak pernah membuat kesalahan saat ia memberikan ajaran-ajaran ex cathedra – yaitu, dogma dari tahta Santo Petrus, terikat dengan hak istimewa tradisional dari seorang “rasul”, kepada siapa diberikan kekuasaan di surga dan di bumi “untuk mengikat dan mlonggarkan” atau dengan kata lain bahwa gereja memiliki kemampuan untuk membuka pintu-pintu langit dan neraka, karena “rasul” itu akan selalu suci daripada manusia biasa
.Pihak gereja berkeyakinan, dengan menggelar “mea cupla” terkait skandal pelecehan seksual, maka magsiterium gereja akan tetap terjaga. Di sisi lain, faktanya, Ratzinger ketika masih masih menjadi uskup lokal di Munich tahun 1877-1981 dan sebagai pengawas doktrin universal di Roma, merupakan bagian dari sistem yang sangat meremehkan kasus-kasus pelecehan yang dilakukan pemuka gereja. dalam setengah abad terakhir.