The Quran in Hebrew
ולא שלחנו לך, אבל כמו רחמים על כל הברואים
We lo shelahnu lekha ebel kamo rachamim 'al kol ha-baroim
(Dan tiadalah Kami mengutus Engkau melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta)
Shalom ‘aleykhem. Yahweh Elohim hattor berazekhem be kol yom, we rachman min ha-Elohim ‘al ha-mu’minim be Mashiah akherim. Shalom 'ala Nevi ha-Gadol, Muhammadim, or ha-'olam. Dalam Injil Barnabas, Injil yang tidak dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru, secara tegas dikatakan bahwa Muhammad sebagai Mashiah. Menurut ajaran agama Yahudi, Mesias itu ada dua orang, bukan satu orang, sebagaimana klaim agama Kristen. Mesias yang pertama dari keturunan Nabi Ishaq, dan Mesias kedua dari keturunan Nabi Ismail. Banyak rabi-rabi Yahudi dan orang-orang keturunan Yahudi bertobat dan percaya kepada kerasulan Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah yang dijanjikan, dan mereka berhimpun dalam satu-satunya organisasi terbesar di dunia yang bernama the Messianic Islam, the Jews for ALLAH, yang dipimpin oleh mantan rabi-rabi Yahudi tersebut. Jadi, semua keturunan Yahudi yang memeluk Islam dan percaya akan kenabian Nabi Muhammad SAW, maka mereka disebut Messianic Islam (Islam Messianik). Ini yang tidak dipahami oleh kaum Muslim Wahabi (Salafi) yang sangat Arab-sentris yang tidak menghendaki ajaran Islam dipeluk oleh orang-orang Yahudi atau pun keturunan Yahudi. Jadi, menurut mereka, seorang keturunan Yahudi yang menjadi Muslim selalu dianggap inferior dan patut diwaspadai, bahkan tidak dianggap kaffah keislamannya sebelum mereka meninggalkan budaya Ibrani-nya dan menggantinya dengan budaya Arab. Bukankah ini sebuah bentuk chauvinisme gaya baru? Secara nalar, ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Islam itu rahmatan lil-'alamin.
Kaum Islam Messianik berbudaya Yahudi itu betul, tapi sebatas budaya, dan punya Quran terjemahan Ibrani, seperti kaum Muslim Jawa yang berbudaya Jawa, dan punya Quran terjemahan Jawa. Belilah Qur'an terjemahan Inggris karya seorang Islam Messianik (the Jewish Muslim), Mohammed Marmaduke Pickthal 'The Glorious Quran: Text and Explanatory Translation (New York: Tashrike Tarsile Quran, Inc., 1992) atau Yosef Yo'el Rivlin 'al-Qur'an Tirgem Ivrit (Tel Aviv, Israel: Devir Publishing House, 1945). Kita dipersatukan dalam satu bahasa suci, bahasa Arab Quran, bukan bahasa Arab an sich. Bahasa Arab itu sendiri tidak sakral, tapi bahasa Arab yang ada dalam teks Quran itu yang sakral. Jadi, yang sakral dan suci itu teks Quran yang diwahyukan, bukan bahasa Arab-nya yang suci.
Bahasa Arab yang termaktub di dalam Quran itu menjadi suci justru karena sakralitas Quran, dan bukan sebaliknya, yakni Quran itu menjadi suci dan sakral karena sakralitas bahasa Arab. Kaum Muslim Salafi (Wahabi) justru tidak bisa membedakan sakralitas Quran dan sakralitas bahasa Arab. Ini kesalahan berfikir yang sangat fatal dan mereka telah terjerembab dalam ideologi chauvinisme yang berbalut doktrin agama. Kaum Muslim Wahabi (Salafi) sering kali menyamakan antara bahasa Arab secara umum dengan bahasa Arab Quran. Bahasa Arab Quran itu bahasa Arab dialek Quraish yang dipilih Allah sebagai bahasa wahyu-Nya. Namun, dalam konteks ini, bukan bahasa Arab dialek Quraish an sich yang sakral, tetapi teks Quran yang terkorpus dalam bahasa Arab dialek Quraish itu yang suci dan sakral. Dengan demikian, bahasa Arab dialek Quraish itu profan, sedangkan teks Quran yang berbahasa Arab dialek Quraish itu yang justru bernilai sakral.
Bahasa Arab yang ada sekarang ini, dialek-dialeknya banyak sekali, termasuk bahasa Arab Mesir, Arab Lebanon, Arab Yaman, Arab Yordan, bahasa Arab Palestina dll, yang saat ini para ahli linguistic bahasa Arab menyebutnya sebagai al-Lughah al-'Arabiyyah 'Ammiyah. Jadi, bagaimana mungkin bahasa Arab yang ada dalam berbagai dileknya itu dianggap sakral? Begitu pula bahasa Arab Fusha juga tidak bisa disebut sebagai bahasa suci (sakral), sebab tidak ada hubungannya sama sekali dengan bahasa pewahyuan. Dalam shalat - apapun asal usul kita (Arab, Jawa, Sunda, Afrika, India, Inggris, Jerman, termasuk bangsa Yahudi/ Ibrani) semuanya shalat dalam bahasa Arab. Namun, doa di luar shalat diperkenankan dalam bahasa masing-masing, termasuk bahasa Ibrani. Berdizikir pun dengan bahasa Arab, termasuk komunitas Yahudi yang Muslim (Islam Messianik), karena bahasa dzikir adalah bahasa magis. Komunitas Muslim Yahudi (Islam Messianik) ketika shalat tidak menggunakan nama Yahweh, tetapi nama Allah. Namun, di luar shalat diperkenankan menggunakan nama Yahweh atau Elohim. Mengapa demikian? Karena Dia Yang Esa memperkenalkan nama-Nya dalam bahasa Arab - ALLAH. Dan sebelumnya, kepada nabi-nabi bani Israel - Dia itu dikenal nama-Nya dalam bahasa Ibrani – Yahweh/ El. Makanya, dalam terjemahan Quran bahasa Ibrani - yang muncul adalah nama Yehwah Elohim, bukan nama Allah. Jadi, nama Tuhan dalam bahasa Arab itu ALLAH, dan nama Tuhan dalam bahasa Ibrani itu Yahweh/ Elohim.
Para nabi itu mengajarkan Tauhid, dengan sebutan nama Tuhan yang berbeda-beda sesuai asal kaumnya – karena wahyu apapun yang diturunkan ke bumi pasti mengikuti bahasa kaum-nya, dan nabi-nabi diutus dari kalangan mereka sendiri, termasuk Nabi ZakariYA yang diutus kepada bani Israel. Bahkan, nama Nabi ZakariYA pun sebenarnya Arab-isasi dari nama Ibrani beliau, yakni ZecharYAH, yang dalam bahasa Inggris tertulis Zechariah. Info lengkap, bacalah artikel saya tentang 'Nama Yahweh Ada dalam Quran.' Orang-orang Kristen Injili (Kristen Fundamentalis) di Indonesia menolak penggunaan nama ALLAH dalam Alkitab/Bible terjemahan Indonesia, karena mereka menganggap bahwa nama ALLAH itu Tuhannya umat Islam, bukan Tuhannya umat Yahudi dan Kristen. Begitu juga, umat Islam Salafi Wahabi (Islam Fundamentalis) juga menolak nama Yahweh dalam Quran terjemahan Ibrani, karena mereka menganggap bahwa YAHWEH itu bukan ALLAH, dan ALLAH bukan YAHWEH. Jadi, Kristen Injili sangat anti-Arab dan anti-Islam, tetapi justru sangat Ibrani maniak, sedangkan Islam Salafi Wahabi (Islam Fundamentalis) juga sangat anti-Ibrani dan dan anti-Yahudi, tetapi justru sangat Arab maniak. Cara berfikir yang tidak cerdas dari kedua kelompok fundamentalis ini memang berada pada dua kutub ekstrim yang saling berhadap-hadapan, bagaikan air dan minyak, tidak bisa dipertemukan. Padahal orang-orang Kristen Arab juga menggunakan nama ALLAH, bukan nama YAHWEH. Anda bisa membaca Bible berbahasa Arab, Alkitab al-Muqaddas: Ay al-'Ahd al-Qadim wa 'Ahd al-Jadid (Beirut: Lebanon: Dar al-Kitab al-Muqaddas fi al-Shariq al-Awsath, 1993). Dalam Bible terjemahan bahasa Arab ini, Anda tidak akan menemukan satu pun nama YAHWEH, tetapi justru nama ALLAH. Sebaliknya, orang-orang Islam Messianik (the Jewish Muslim) di Amerika, Australia, Eropa dan Israel justru menggunakan nama YAHWEH dalam Quran terjemahan Ibrani-nya, dan tidak menggunakan nama ALLAH. Yang aneh justru umat Kristen di Indonesia yang sangat alergi menggunakan nama ALLAH. Nampaknya, mereka ini lebih Yahudi dari pada orang Yahudi itu sendiri.
Kita ternyata dihadapkan oleh kelompok fundamentalis Kristen dan fundamentalis Islam yang sama-sama tidak intelektual dan sangat literal. Saya sedih dengan kejadian bom yang sering terjadi, entah diakibatkan karena alasan politis atau pun teologis. Apapun spekulasinya, di Indonesia saat ini, terutama di gereja-gereja non-Katolik dan Ortodoks, banyak dikhotbahkan dan sosialisasi penggunaan nama Yahweh serta menolak dan menihilkan nama ALLAH karena nama ALLAH dianggap sebagai nama dewa bulan.
Pencitraan ideologis dan literalis ini juga mengesankan anti-Islam dan anti-Arab. Bila pewacanaan ini semakin diintensifkan di gereja-gereja, maka anggota-anggota gereja yang sebagian besar sangat awam, mereka pasti akan mencitrakan umat Islam dan bangsa Arab sebagai untermensch (manusia rendahan), dan sebaliknya, mereka menganggap bahwa bangsa Yahudi sebagai bangsa ubermensch (manusia unggul). Begitu juga sebaliknya, di masjid-masjid non-Sunni dan non-Syiah, yang dikelola oleh kaum Muslim Wahabi (Salafi), ternyata banyak juga disosialisasikan anti terhadap penggunaan nama YAHWEH yang diidentikkan sebagai nama dewa padang gurun Sinai, dewa sesembahan orang Yahudi dan Kristen. Pencitraan ideologis dan literalis yang digagas kaum Wahabi ini juga mengesankan anti-Yahudi dan anti-Ibrani. Bila pewacanaan ini semakin diintensifkan di majlis-majlis kaum Salafi (Wahabi), maka mereka pasti akan mencitrakan orang-orang Yahudi dan bangsa Ibrani sebagai untermensch (manusia rendahan), dan sebalinya, mereka menganggap bahwa bangsa Arab sebagai ubermensch (manusia unggul). Bila hal ini terjadi, sebenarnya kita sama-sama mengusung ideologi anti-Semitisme. Bila zaman Hitler, anti-Semitisme ditujukan kepada orang-orang Yahudi, sedangkan hari ini, anti-Semitisme ditujukan kepada orang-orang Arab. Bukankah bangsa Arab dan bangsa Yahudi adalah rumpun bangsa Semit? Bukankah bahasa Ibrani dan bahasa Arab itu disebut sebagai bahasa-bahasa Semitik?
Berdasarkan penelitian historis dan arkheologis, ALLAH bukanlah nama dewa bulan, tapi Tuhan yang menciptakan bulan. Berdasarkan bukti-bukti arkheologis pula, penyalahgunaan nama ALLAH yang disandingkan dengan dewi al-Latta masa pra-Islam juga terjadi di Sinai, dimana nama YAHWEH juga disandingkan dengan dewi Asyera. Bahkan, asal usul nama El-Shaddai dalam bahasa Ibrani, sebagai salah satu nama YAHWEH juga merupakan nama dewa gunung di padang belantara Arabia.
Provokasi nama Tuhan Yahweh yang tidak sama dengan nama Tuhan Allah yang selalu didengung-dengungkan oleh pihak fundamentalis Kristen dan fundamentalis Islam inilah yang menyebabkan kerusuhan agama di Indonesia yang tak pernah berujung, karena pemahaman mereka terhadap teks kitab suci sangat literal. Ingatlah, saat ini banyak artikel yang beredar di internet yang menginformasikan bahwa ajaran Islam itu menyembah Tuhan yg berbeda sama sekali dengan Tuhan-nya Abraham, bapa leluhur kaum Yahudi dan Arab, dan mereka juga berusaha mati-matian untuk memisahkan Islam dari warisan tradisi iman Abraham, akar Tauhid (monotheisme) ajaran Abraham. Namun anehnya, semua artikel tersebut ternyata adalah bikinan orang-orang Kristen fundamentalis (Kristen Injili) yangg seolah2 hanya merekalah yang berhak menentukan mana ajaran asli Avraham dan mana ajaran Avraham yang dipalsukan. Ajaran Islam sangat percaya dengan ayat Qul huwa ALLAHu achad (Katakanlah: Dia ALLAH itu Esa) dan ajaran agama Yahudi juga sangat percaya dengan ayat Shema' Yisrael: YAHWEH Eloheinu YAHWEH echad (Dengarlah wahai Israel: YAHWEH Ilah kita YAHWEH itu Esa). Bila teks Taurat dalam bahasa Ibrani ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab berbunyi demikian: Isma'u ya Israil, ALLAH Ilahuna ALLAHu achad. Jadi, ALLAH dalam bahasa Arab itu esa, dan YAHWEH dalam bahasa Ibrani itu juga esa. Bukankah kiblat kaum Muslimin yang pertama itu menghadap ke Bayt Elohim di Yerusalem? Bukankah kiblat kaum Yahudi itu menghadap ke Beyt Elohim di Yerusalem juga? Bukankah tembok ratapan itu bagian dari bangunan Bayt Elohim? Bukankah kiblat kaum Muslim yang kedua itu kemudian menghadap ke arah Bayt Allah di Makkah? Bukankah masjid Qiblatayn di kota suci Madinah justru menjadi saksi atas perubahan arah kiblat dari kiblat Beyt Elohim di kota Yerusalem menuju kiblat Beyt Allah di kota Mekkah? Jadi, bila umat penganut agama Yahudi dan umat penganut agama Islam sama-sama menghadap ke arah kiblat di Beyt Elohim di kota Yerusalem apakah ini justru membuktikan bahwa Tuhan yang dimaksud dalam agama Yahudi dan Tuhan yang dimaksud dalam agama Islam itu berbeda? Tentu saja tidak! Justru umat Kristen-lah yang berbeda dengan umat Yahudi dan umat Islam, karena umat Kristiani menyembah Yesus, bukan menyembah ALLAH atau menyembah YAHWEH. Justru dogma trinitas yang ada dalam ajaran Kristen itu yang tidak sesuai dengan ajaran Islam maupun ajaran Yahudi karena meyakini bahwa Tuhan itu Trinitas. Bila kita berpandangan bahwa entitas Yahudi dan entitas Islam itu tidak bisa dipersatukan hanya karena persoalan nama Tuhan Yahweh atau Allah, itu membuktikan ketidakcerdasan kita. Justru inilah saatnya kaum Muslim keturunan Yahudi (the Jewish Muslim) yang berhimpun dalam organisasi the Jews for ALLAH menghunjukkan giginya di hadapan kaum Muslim fundamentalis dan sekaligus kaum Kristen fundamentalis.
Perhatikan video yang alamatnya saya cantumkan di bawah ini. Jelaslah sudah bahwa kaum Yahudi yang menjadi Muslim dalam video ini kontras banget dengan pernyataan kaum Kristen Injili itu. Bagi the Jewish Muslim (Muslim Messianik), menjadi Muslim tidak harus mengubah budaya mereka menjadi budaya Arab, tetapi merek tetap dapat mengekpresikan diri mereka dalam budaya Yahudi/ Ibrani. Lihatlah video ini baik-baik! Inilah faktanya bahwa the Jewish Muslim (Muslim Messianik) bisa bersama-sama dengan saudara-saudara mereka dari kalangan Muslim non-Jewish. http://www.youtube.com/watch?v=k-2Z3ANDxqg.
Sekali lagi, ketahuilah bahwa Qur'an memang diturunkan dalam bahasa Arab, karena Nabi terakhir Muhammad SAW itu seorang nabi yang berbahasa Arab. Kitab suci kita menyebutkan 'Qur'anan 'Arabiyyan' (Quran berbahasa Arab). Namun, apakah kitab-kitab suci yang disebutkan di dalam Quran, yakni Injil untuk Nabi Isa, Zabur untuk Nabi Daud, dan Taurat untuk Nabi Musa - apakah kitab2 yang diturunkan oleh Tuhan itu diturunkan atau diwahyukan dalam bahasa Arab? Jika Anda mengatakan ya, berarti kitab Zabur, Injil dan Taurat diturunkan dalam bahasa Arab, yang tidak dipahami oleh kaum-nya. Bila Anda mengatakan memang benar bahwa semua kitab itu diturunkan dalam bahasa Arab, maka benarkah bahasa Arab dapat dipahami oleh bani Israel meskipun Taurat diturunkan dalam bahasa Arab? Bukankah Taurat diturunkan untuk bangsa Israel, yang bukan bangsa Arab? Cobalah berpikir cerdas. Yehwah Elohim ha-Gadol. Berkhot ha-syemayim ‘ala Avraham av ha-neviem ve Nevi ha-Gadol, Muhammadim ‘aleiv ha-shalom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar